KENDARI, Rubriksultra.com – Calon Bupati Konawe, Muliati Saiman terancam sanksi pidana setelah dirinya kedapatan sedang melakukan kampanye dialogis di luar jadwal yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Muliati Saiman diduga kuat melanggar pasal 187 ayat 1 undang-undang nomor 10 tahun 2016, dan atau pasal 68 ayat 1 huruf i dan pasal 74 ayat 1 PKPU nomor 4 tahun 2017.
“Sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh KPU Konawe, pada Selasa 24 April 2018, Muliati Saiman harusnya melaksanakan kampanye diaologis di zona IV yang didalamnya tidak termasuk Kecamatan Puriala,” Koordinator Hukum Penindakan dan Penanganan Pelanggaran (HPP) Panwascam Puriala, Restu melalui rilis persnya, Rabu 27 April 2018.
Restu menyebut, Kecamatan Puriala masuk di zona kampanye III bersama dengan delapan kecamatan lain.
“Jadi kami menduga bahwa calon tersebut melakukan kampanye di luar jadwal dan itu sangat melanggar ketentuan yang ada,” katanya.
Sesuai dengan ketentuan undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada serentak dan juga PKPU nomor 4 tahun 2017 tentang kampanye, maka yang bersangkutan (Muliati Saiman) terancam sanksi pidana maksimal 3 bulan penjara dan bisa saja berujung pada sanksi diskualifikasi, tergantung dasil kajian ke depan.
Selain diduga kampanye di luar jadwal, calon bupati jalur independen ini juga diketahui tidak memasukan surat pemberitahuan kepada aparat kepolisian. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya surat yang diterima oleh aparat Polsek Puriala dan Panwascam dari tim pemenangan Muliati Saiman.
Sementara, di PKPU 4 itu dijelaskan bahwa petugas kampanye wajib memasukan surat pemberitahuan ke kepolisian sesuai dengan tingkatannya.
“Dugaan kami jika Muliati Saiman sengaja menabrak aturan yang sudah ada, lebih ironisnya lagi tim pemenangan serta konsultan politiknya tidak ada yang mau mencegah calonnya, sebab sanksi yang menanti sangat jelas,” katanya.
Sejauh ini, kata Restu, ada dua sanksi yang sangat berpotensi dikenalan kepada calon ini jika terbukti melanggar aturan. Yakni, sanksi pidana dan sanksi administrasi berupa diskualifikasi.
“Saat ini kami sudah berkoordinasi dengan Panwas Kabupaten untuk penanganan dugaan pelanggaran tersebut dengan mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi-saksi. Sebab proses penanganan pelanggaran yang terindikasi sanksi pidana itu adalah rana Sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu) hanya ada di tingkat Kabupaten,” tuturnya.
Sesuai Undang-undang dan peraturan bawaslu, panwas memiliki waktu tujuh hari untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran tersebut.(adm)
Sumber : Inilahsultra