Pelapor Dugaan Ijazah Palsu Plt Bupati Busel Ajukan Bukti Baru

Ketgam : Tanda terima surat pengajuan bukti baru untuk membuka kembali penyidikan LP/226/IV/2017/Papua/Res Mimika, tanggal 25 April tentang dugaan pembuatan ijazah palsu milik La Ode Arusani oleh terduga Reky Tafre. (FOTO IST)

BATAUGA, Rubriksultra.com – Dugaan pembuatan ijazah palsu milik Plt Bupati Buton Selatan, La Ode Arusani berpotensi dibuka kembali penyidikannya. Pelapor kasus tersebut telah mengajukan bukti baru kepada Polres Mimika, Rabu 30 Mei lalu.

Bukti baru terhadap dugaan ijazah palsu yang diterbitkan mantan Kasek SLTP Banti, Reki Tafre, diajukan secara tertulis oleh pelapor Yohanes Fritz Aibekob didampingi pemerhati pendidikan, Zeth Sonny Awom dan Malania Renyaan.

- Advertisement -

Surat tersebut ikut ditembuskan kepada Mabes Polri, Kapolda Papua, Kapolda Sultra, penyidik Reskrimsus Polda Sultra AKP Dian Nugraha, Kepala Biro Organisasi Kemendikbud, Kepala Kejaksaan Tinggi Jaya Pura, Kajari Kabupaten Mimika, Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, PGRI Mimika, Ketua DPRD Kabupaten Mimika dan DPRD Kabupaten Buton Selatan.

Sedikitnya 13 poin yang disampaikan pelapor dan memuat kesimpulan yang menyebutkan dugaan kuatnya pemalsuan pembuatan ijazah yang dikeluarkan tahun 2005 itu. Diantaranya merujuk pada surat Polda Sultra No.B/428/III/2017 Ditreskrimum tanggal 23 Maret 2017, kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan perihal permintaan penjelasan kode ijazah dan persyaratan pendidikan formal.

“Secara warkah ijazah No.23 peruntukan ijazah itu bukan untuk peserta UN yang lulus di wilayah Papua. Ini merujuk pada surat Polda Sultra tanggal 23 Maret 2017 perihal permintaan penjelasan kode ijazah dan persyaratan pendidikan formal,” bebernya.

Bukti baru yang diajukan Yohanes Fritz Aibekob Cs, dinyatakan bahwa legalisir ijazah La Ode Arusani ditandatangi Reky Tafre pada tahun 2016. Sementara saat itu, Reky Tafre sudah tidak menjabat sebagai kepala sekolah. “Artinya pada tahun 2016 Reky Tafre sudah tidak berwenang melegalisir ijazah La Ode Arusani,” ungkap Zeth Sonny Awom kepada Rubriksultra.com, Kamis (7/6/2018).

Pada tahun 2016, lanjut Zeth Sonny Awom, Reky Tafre sudah tidak memegang stempel SMPN Banti. Stempel tersebut ada di tangan Markus Sambo, SPd yang saat ini menjabat sebagai kepala sekolah.

Baca Juga :  Pengumuman! Hasil Tes GeNose Bisa Dipakai Syarat Naik Pesawat Mulai 1 April

“Markus Sambo tidak merasa pernah meminjamkan stempel sekolah kepada Reky Tafre untuk keperluan legalisir ijazah La Ode Arusani,” katanya.

Pemerhati pendidikan di Kabupaten Mimika ini menjelaskan, legalisir ijazah untuk tahun 2014 ke bawah, hanya bisa dilakukan Dinas Pendidikan setempat. Sehingga ijazah La Ode Arusani hanya boleh disahkan pihak dinas dengan merujuk ijazah asli.

“Jika merujuk pasal 184 KUHAP, maka alat bukti sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa maka legalisir ijazah yang dilakukan Reky Tafre adalah tindakan menghindari prosedur yang sudah diatur oleh undang-undang Sisdiknas,” ujarnya.

Menurutnya, pada surat ketetapan Kapolres Mimika No.S.TAP/551/IV/2018/Reskrim tertanggal 30 April 2018 menyebutkan dua poin, diantaranya apabila dikemudian hari ditemukan bukti lain maka penyidikan dapat dibuka kembali.

“Alat bukti sah atau petunjuk bahwa legalisir atas ijazah itu tidak sesuai dengan peraturan tentu menjadi alat bukti baru untuk membuka kembali penyidikan kasus ini,” tambahnya.

Keterangan lain yang menguatkan, diantaranya pernyataan kepala SMPN Banti, Markus Sambo yang dikuatkan dengan surat SMPN Banti No.421/005/SMP-NB/II/2017 tanggal 20 Februari 2017 ditandatangani Markus Sambo, menyatakan bahwa pelaksanaan ujian sekolah dan ujian nasional pertama kali dilaksanakan pada tahun 2006, dan atas nama La Ode Arusani tidak pernah tercatat sebagai siswa SMPN Banti.

Hal itu dikuatkan pula dengan keterangan Kadis Pendidikan dasar dan Kebudayaan Kabupaten Mimika yang ikut bertandatangan dalam surat tersebut. “Surat keterangan Markus Sambo selaku kepala sekolah telah dikuatkan pula Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kemendikbud melalui surat kepada advokat Arifin Bako tertanggal 23 Maret 2017,” tambahnya.

Dia menambahkan surat SP3 yang dilakukan Polres Mimika belum merujuk pada alat bukti yang sah lainnya sesuai pasal 184 KUHAP. Karena jika merujuk pada kode ijazah yang dikeluarkan terhadap La Ode Arusani, menggunakan kode wilayah Nusa Tenggara Barat (kode 23). Sementara wilayah Papua harusnya menggunakan kode 25.

Baca Juga :  SMSI Desak Kasus Penembakan Wartawati Palestina Dilaporkan ke Mahkamah Pidana Internasional

Zeth Sonny Awom menilai terbitnya dugaan ijazah palsu tersebut menciderai perjuangan anak-anak Papua yang berkorban untuk mendapatkan pendidikan formal yang diakui melalui ijazah. Jika hukum tidak ditegakan, kata Sonny Awon, nantinya orang bisa datang ke Papua untuk mendapatkan ijazah palsu dengan anggapan dilindungi oleh pijakan hukum yang tercantum pada SP3 dari Polres Mimika atas kasus ini (Yurisprudensi).

Plt Bupati Buton Selatan (Busel) La Ode Arusani yang dikonfirmasi tak terlalu banyak menanggapi soal sorotan kasus dugaan ijazah palsu yang menimpa dirinya. Dia menilai, kasus itu sudah tidak ada lagi karena Polres Mimika telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Dikatakan SP3 yang dikeluarkan polisi bukan tanpa alasan. Polisi sudah melakukan berbagai macam pertimbangan yang matang.

“Itu sudah ditangani polisi, jadi percayakan kepada institusi kepolisian,” kata Arusani di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.(adm)

Facebook Comments