30 Tahun Menabung, Pedagang Ikan Asin di Baubau Naik Haji

Ketgam : Pj Wali Kota Baubau, H. Hado Hasina saat melepas 177 calon haji asal Baubau yang akan diberangkatkan 2 Agustus mendatang, Senin (30/7/2018).

BAUBAU, Rubriksultra.com- Film fiksi yang mengisahkan tukang bubur naik haji ternyata ada dikehidupan nyata. Hal itu terjadi di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Bedanya bukan tukang bubur yang naik haji, melainkan seorang nenek tua yang sehari-hari menjual sayur dan ikan asin di pasar lokal setempat.

Laporan : Sukri Arianto dan La Ode Aswarlin.

- Advertisement -

SUASANA di rumah jabatan Wali Kota Baubau awal pekan kemarin (30/7/2018) begitu ramai. Pemkot Baubau dan Kementerian Agama menggelar seremoni pelepasan calon jamaah haji asal Baubau yang berangkat untuk musim haji 2018.

Nuansa pakaian busana muslim begitu kental terlihat di kegiatan tersebut. Dominan para tamu mengenakan pakaian sentuhan sarung buton berwarna merah. Mereka adalah calon tamu yang Maha Terhormat, Allah SWT yang akan berangkat di tanah suci pada 2 Agustus mendatang.

Diantara deretan kursi tamu terdapat seorang wanita yang mengenakan jilbab putih. Dia duduk sendiri tak didampingi suaminya. Perawakannya terlihat masih kuat, padahal usianya sudah menginjak 75 tahun. Wa Iha namanya. Terbiasa kerja keras tak heran secara fisik masih cukup kuat diusianya yang sudah uzur.

Wa Iha salah satu dari 177 warga Baubau yang berhasil mewujudkan impiannya menunaikan rukun Islam kelima. Ia tak mampu membendung air mata bahagianya saat sejumlah wartawan mewawancarainya dipelepasan calon haji kemarin.

Wa Iha bukanlah pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sudah tentu penghasilannya perbulan, bukan pula pengusaha besar yang memiliki ruko dimana-mana. Ia hanyalah seorang penjaja sayur dan ikan asin di seputaran Pasar Karya Nugraha, Kota Baubau.

Tapi siapa yang bisa menyangka, dari jajanannya inilah, Wa Iha akhirnya bisa menunaikan rukun islam yang kelima. Rasa lelah dan penat selama puluhan tahun memendam niat suci akhirnya di ijabah Allah SWT.

Baca Juga :  Anggotanya Gugur Saat Tugas, Polres Buton Kibarkan Bendera Setengah Tiang

“Tekad untuk menunaikan ibadah haji muncul 30 tahun lalu. Sejak saat itu saya berusaha menyisihkan sedikit penghasilannya untuk ditabung,” ungkapnya.

Aktifitas di pasar Karya Nugraha dilakukan setelah menunaikan salat Dhuha. Salat yang ditunaikan pada saat matahari setinggi tombak ini menjadi suatu keharusan. Ia baru berhenti berjualan saat menjelang maghrib.

Pendapatan perhari dari berjualan sayur dan ikan asin tak pasti. Jumlah yang harus ditabung nilainya tak seberapa karena harus dibagi pula untuk membiayai hidup keempat orang anaknya. Karena sepeninggal sang suami Wa Iha menjadi tulang punggung utama.

Wa Iha menjelaskan dihari biasa dirinya hanya mampu menyisipkan tabungan paling tinggi Rp 20 ribu.Tapi kalau puasa dan menjelang lebaran pasar akan ramai. Sehingga dari berdagang sayur dan ikan asin bisa menabung sampai Rp 100 ribu.

“Suami sudah lama meninggal dunia, saya tidak ingat persis tahun berapa. Pastinya saat itu anak-anak masih kecil-kecil,” katanya.

Setelah tabungannya dirasa cukup tepatnya pada tahun 2010 Wa Iha mendaftarkan diri ke kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Baubau. Saat itu, Ia menyetor uang pendaftaran sebesar Rp 25,5 juta dan baru bisa diberangkatkan setelah mengantri sekitar delapan tahun. (***)

Facebook Comments