BURANGA, Rubriksultra.com – Pernyataan Bupati Buton Utara (Butur) Abu Hasan pada salah satu media yang menyebut evaluasi program padi organik masih terlalu dini, membuat Ketua Komunitas Pemuda Peduli Buton Utara (KOPI Butur) Nurlin Muhamad merasa aneh.
Pasalnya, Abu Hasan tidak pernah menolak saat menerima penghargaan tentang program tersebut tahun lalu.
“Bupati tidak pernah bilang atau membuat pernyataan, jangan dulu saya dikasih penghargaan ini, karena masih terlalu dini,” heran Nurlin menanggapi pernyataan Abu Hasan, Kamis 15 November 2018.
Menurut Nurlin, penghargaan itu justeru diterima dan dicitrakan sedemikian rupa seolah-olah telah berhasil panen 2.432 hektar dan telah melakukan ekspor ke Eropa. Sehingga sangat kontras ketika Abu Hasan menganggap evaluasi program padi organik masih terlalu dini.
Bukan hanya itu, Nurlin juga menanggapi pernyataan Bupati Butur Abu Hasan mengenai pencegahan ujaran kebencian, hoax, dan kebohongan yang dikaitkan dengan validasi data (fact cheking) ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) terkait 5000 warga Butur yang pindah domisili.
Kata Nurlin, pernyataan itu menandakan Bupati Butur Abu Hasan sangat terlihat tidak mengerti fenomena hoax di era Post-Truth saat ini. Validasi data (Fact Cheking) itu harusnya juga dilakukan oleh masyarakat luas. “Itu baru bisa mencegah hoax,” tuturnya.
Untuk mencegah hoax, lanjut Nurlin, Bupati Butur Abu Hasan harusnya memulai dengan berita tentang padi organik, minimal ada konsistensi jumlah lahan dari satu pemberitaan ke pemberitaan lainnya.
“Di sini hoax perlu dijelaskan supaya tidak ada yang salah paham. Hoax itu bukan berita bohong (fake news). Hoax itu berita yang ada faktanya tetapi dipelintir dan ditambah-tambah sedemikian rupa. Faktanya sejengkal, dijadikan berdepa-depa sehingga terkesan menjauhi realitas alias bohong,” sorotnya.
Parahnya lagi, kata Nurlin, mantan Karo Humas Setprov Sultra itu menyebut pengangguran di Butur karena malas. Pernyataan itu terkesan sengaja mengkambinghitamkan masyarakat (pengangguran) akibat kegagalannya membuka lapangan pekerjaan di Butur.
“Kenapa saya anggap gagal, karena pembukaan lapangan kerja ini ada dalam misi (poin ke-6) pemerintahan ini. Selain itu, lapangan kerja ini juga diucapkan dalam janji kampanye, salah satunya adalah dengan membuka pusat pelatihan ketenagakerjaan untuk mempersiapkan sumberdaya manusia Buton Utara dalam dunia pekerjaan,” semprotnya.
Menurut Nurlin, sangat betul sektor pertanian dan kelautan cukup dominan di Butur. Namun data itu mesti di pilah-pilah lagi. Misalnya: soal profesi, skill, umur, pendidikan, dan lain sebagainya.
“Yang memilih profesi jadi petani atau nelayan. Berapa lulusan universitas tiap tahunnya yang berprofesi sebagai petani atau nelayan. Jangan dulu kita berprasangka bahwa generasi muda banyak yang tidak menggeluti pertanian dan kelautan karena pekerjaan itu dianggap kuno,” tandasnya.
“Ini soal profesi dan tujuan hidup masing-masing orang. Pemerintah tidak berhak mengekang itu. Tugas pemerintah adalah menyiapkan banyak pilihan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat bisa memilih sendiri mana yang sesuai dengan profesi dan keahliannya,” tambahnya.
Makanya, Nurlin menilai, pernyataan Abu Hasan yang menuduh masyarakat sendiri malas karena tidak bertani dan melaut itu adalah kesalahan terbesar seorang pemimpin. (adm)
Sumber : Inilahsultra