LABUNGKARI, Rubriksultra.com – Kabupaten Buton Tengah (Buteng) masuk lima besar di Indonesia dan paling tinggi di Sultra yang memiliki penderita stunting. Dalam istilah medis, penderita stunting dikenal sebagai kondisi gagal tumbuh pada tubuh dan otak yang menyebabkan anak lebih pendek dari usianya.
Sekretaris Dinas Kesehatan Buteng, Kasman membenarkan hal itu. Kata dia, data itu berdasarkan hasil riset tim Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 Kementerian Kesehatan RI.
“Persentase penderita stunting di Buteng mencapai 48,8 persen, berdasarkan hasil uji sampel 10 balita tiap kecamatan,” ujarnya saat dikonfirmasi di kantornya, Jum’at 22 Maret 2019
Kasman menjelaskan anak yang lahir dengan panjang kurang dari 48 cm dan bobot dibawah 2,5 kg berisiko tinggi mengalami stunting. Namun, hal itu bisa dicegah dengan melakukan beberapa cara sebelum dan setelah anak lahir.
Dikatakan stunting merupakan akumulasi dari resiko kurang gizi. Banyak faktor yang bisa menyebabkannya mulai dari kesehatan lingkungan, ketersediaan pangan, hingga kandungan nutrisi atau asupan gizi saat bayi masih dalam kandungan maupun anak kurang dari dua tahun.
“Jadi penanganannya memang harus paripurna dengan melibatkan semua pihak dan membutuhkan jangka waktu yang cukup lama,” katanya.
Sudah ada beberapa strategi pemerintah daerah untuk mencoba meminimalisir penyakit yang hendak diberantas secara nasional ini. Diantaranya meningkatkan kesehatan reproduksi.
Peningkatan kesehatan reproduksi ini bisa dimulai sejak anak perempuan sebagai calon ibu masih berusia remaja. Caranya dengan memberikan tablet tambah darah.
“Jadi memang sebelum hamil harus sudah diatasi. Kenapa?, sebab penanganan stunting ini membutuhkan waktu lama karena sebelum hamilpun berpotensi stunting jika tidak diatasi sejak dini,” katanya.
Saat ini juga, kata dia, pemkab Buteng berinisiatif membentuk posyandu remaja khusus untuk penanganan stunting. Selain itu menggencarkan program asupan gizi standar untuk masyarakat.
Strategi selanjutnya yakni menjajal kerjasama dengan Departemen Agama (Depag) untuk menggenjot kesehatan reproduksi. Melalui kerjasama ini, calon pengantin harus dibekali surat dari Depag ditembuskan ke Dinas Kesehatan untuk diimunisasi dan berkonsultasi dengan petugas untuk dikonseling gizi.
Langkah berikutnya yakni membuka kelas khusus ibu hamil diseluruh Puskesmas yang ada. Dengan begitu, asupan gizi untuk ibu hamil saat menjalani kehamilannya dapat dikontrol.
Kasman menambahkan anak yang menderita stunting tidak hanya berpengaruh pada fisik pendek saja. Namun lebih dari itu bisa menimbulkan pengaruh yang cukup besar pada kehidupan anak.
Diantaranya, anak akan kesulitan belajar, kemampuan kognitif dan intelegensianya lemah, mudah lelah dan tak lincah dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya, risiko untuk terserang penyakit infeksi lebih tinggi serta risiko mengalami berbagai penyakit kronis (diabetes, penyakit jantung, kanker, dan lain-lain) diusia dewasa sangat tinggi.
“Jadi sekali lagi stunting ini butuh proses panjang dan penangannya melibatkan semua pihak. Makanya pemerintah daerah saat ini berkomitmen untuk memberantas penyakit ini apalagi berkaitan dengan kualitas anak dan generasi kita di masa-masa mendatang,” katanya. (adm)
Peliput : Sukri
Editor : La Ode Aswarlin