KENDARI, Rubriksultra.com- Bupati Muna Barat LM Rajiun Tumada sempat meluapkan kekesalan terhadap belum ditekennya rencana utang Rp 200 miliar. Rajiun menduga, tidak jelasnya nasib utang Pemkab Mubar karena ada muatan politis.
Pihak yang disenter oleh Rajiun adalah Dirjen Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin Udu.
Pernyataan Rajiun ini sontak mengundang reaksi dari publik. Rajiun dinilai memiliki pengetahuan lemah soal pengelolaan pemerintahan.
Ketua Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Sultra, Sahrul menyebut, pernyataan Rajiun tersebut dinilai tidak mencirikan seorang pemimpin yang memiliki pengetahuan yang luas sehingga hal tersebut sudah memenuhi syarat bagi Kemendagri untuk menyekolahkan Rajiun.
“Selain krisis pengetahuan, Bupati Muna Barat ini tidak beretika,” kata Sahrul, Rabu, 22 Mei 2019.
Perihal pinjaman yang di ajukan oleh Bupati Muna Barat, Sahrul meminta Rajiun untuk belajar alur dan mekanismenya. Sebab permohonan utang yang diajukan oleh daerahmesti melewati banyak pertimbangan dan mekanisme.
Mantan aktivis Makassar ini menjelaskan, mekanisme utang itu menyangkut banyak hal diantaranya menyangkut wilayah, menyangkut pemanfaatan, menyangkut keberlanjutan fiskal. Karena utang itu bukan utang Rajiun pribadi melainkan utang pemda.
“Saya pikir hal ini mesti diperhitungkan baik-baik jangan sampai ada motif ekonomi tertentu atau motif proyek,” ujar pria yang kerap disapa Arul ini.
Sahrul menyayangkan pernyataan Rajiun yang menuding Dirjen Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin Udu bahwa tidak mulusnya utang tersebut karena ada kaitannya dengan politik.
Rajiun menyebut Dirjen menghalangi utang tersebut demi kepentingan politiknya. Bahkan Rajiun berujar Dirjen Syarifuddin digadang-gadang ikut bertarung di Pilkada Muna 2020.
Sahrul menegaskan, Bupati Muna Barat tidak boleh membawa urusan utang ke politik. Apalagi seorang bupati sampai menyalahkan Dirjen.
“Menurut saya ini pernyataan seorang bupati yang tidak beretika. Dan Kemendagri perlu menyekolahkan Rajiun. Ini institusi pemerintah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah satu kesatuan tidak boleh saling menyalahkan di publik,” ucap mantan jurnalis Tempo ini.
Jika Rajiun menyoal dirjen, Sahrul menjelaskan, berarti Rajiun menyoal menteri, kalau menyoal menteri berarti Rajiun menyoal Presiden.
“Karena Dirjen merupakan bawahan menteri berarti Rajiun menyalahkan menteri, dan menteri bawahan Presiden berarti Rajiun menyalahkan Presiden,” tekannya.
Menurut Sahrul, Ini kali pertama ada seorang bupati menyalahkan dirjen dan secara struktural turut menyalahkan menteri dan presiden.
“Ini persoalan etika. Masa seorang bupati menyalahkan seorang pejabat eselon 1 hingga Presiden, dan menarik urusan pemerintahan ke politik. Ini tidak boleh,” pungkasnya. (adm)
Sumber : Inilahsultra.com