Mengintip Festival Budaya Tua Buton, Cerminan Merawat Warisan Leluhur

Peserta Posuo yang telah diperkenangkan keluar kamar kemudian didandani dengan pakaian adat menandakan para gadis tersebut sudah dalam tahap peralihan menjadi wanita dewasa. (FOTO : LM ARIANTO/RUBRIK SULTRA)

BUTON tak hanya dikenal dengan sumber daya alam dan aspalnya yang melimpah. Bekas wilayah kerajaan ini juga kaya dengan warisan budaya. Keeksotisan budaya Buton diantaranya tercermin dari ritual adat Posuo, Tandaki, Pekande-kandea dan Podhole-dhoe.
Warisan leluhur itu dirawat dalam Festival Pesona Budaya Tua Buton yang digelar setiap pertengahan Bulan Agustus.

Laporan : La Ode Aswarlin

- Advertisement -

Langit tampak mendung, namun udara mulai menghangat seiring dengan meningginya matahari pagi di puncak Takawa, lokasi pusat digelarnya Festival Budaya Tua Buton, Sabtu 24 Agustus 2019.

Sejak pukul 07.30 Wita, panitia mulai terlihat sibuk. Pengunjung yang hilir mudik mulai berdatangan membuat lokasi alun-alun kompleks perkantoran Kabupaten Buton sesak dari hari biasanya.

Suasana budaya begitu kental. Terlihat dari pakaian yang digunakan hingga makanan khas tradisional yang disajikan kepada para pengunjung hanya anda bisa ditemukan diacara khusus.

Budaya tua yang ditampilkan dalam Festival Pesona Budaya Tua Buton diinisiasi Pemkab Buton. Yang menarik perhatian wisawatan yang berkunjung deretan gadis cantik dengan balutan sentuhan adat yang ditampilkan di Festival Posuo (Pingitan).

Bagi masyarakat Buton posuo merupakan ritual yang wajib dilalui gadis remaja ataupun wanita yang hendak menikah. Ritual ini merupakan sarana peralihan status seorang gadis yang dikenal dengan nama Kabua-bua menjadi wanita dewasa yang disebut dengan nama Kalambe.

Seperti pingitan pada umumnya, peserta ritual ini akan menjalani proses pengurungan dalam waktu tertentu. Pada masa lampau, sejak terbentuknya struktur pemerintah Kesultanan Buton ritual ini dilaksanakan hingga 40 hari.

Namun seiring perkembangan zaman, sudah jarang masyarakat yang menggelar ritual dengan waktu yang lama. Kini ritual itu biasanya hanya digelar 7 hari atau 4 hari saja.

Baca Juga :  Bupati Buton: TMMD Tingkatkan Inovasi Pertanian

“Posuo bertujuan untuk membentuk mental sebagai seorang gadis dewasa berdasarkan ketentuan adat istiadat dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat,” ungkap Kadis Kebudayaan Buton, Syamsuddin.

Tahun ini sedikitnya 219 anak gadis Buton yang mengikuti ritual Posuo. Salah satunya dapat dijumpai di kediaman Afuna, terletak di Kelurahan Kambula-mbulana, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton.

Dikediaman Afuna, terdapat 10 anak gadis yang menjalani ritual Posuo. Dalam ritual ini para peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa yang bertugas membimbing dan memberi petuah berupa pesan moral, spiritual, dan pengetahuan membina keluarga yang baik kepada para peserta.

Puncak Posuo dilakukan tepat pukul 03.30 Wita dini hari. 10 gadis yang menjalani posuo di kediaman Afuna kemudian diizinkan untuk keluar dari kamarnya, kemudian menjalani prosesi Mata Karya atau dimandikan.

Peserta Posuo dimandikan dengan menggunakan wadah yang terbuat dari tanah liat (sebutan Bhosu). Selanjutnya peserta Posuo akan didandani dengan pakaian khusus yang dikenal dengan sebutan busana Ajo Kalembe.

“Para peserta diperkenangkan keluar kamar menandakan para gadis tersebut sudah dewasa,” ujar Afuna.

Selain ritual Posuo, keeksotisan budaya Buton juga tercermin dalam pagelaran Festival Tandaki (Khitanan) dan Podhole-dhole (Imunisasi Alam). 78 wisatawan asing dari 14 negara yang tergabung dalam rombongan Sail Indonesia larut dalam pageralan budaya tersebut.

“Kami berada disini selama satu minggu dan kami mendapat pengalaman yang mengagumkan dengan mendapat kesempatan berkunjung disejumlah lokasi budaya dan memainkan alat musiknya,” ujar Kseni warga Amerika Serikat.

“Penampilan pakaian adat yang dikenakan para peserta sangat berwarna dan akan menjadi informasi di media sosial. Orang pasti akan tertarik dengan hal seperi ini, ” tambahnya.

Bupati Buton, La Bakri menjelaskan berbagai ritual yang digelar secara masal dalam rangkaian Festival Pesona Budaya Tua Buton 2019 sangat membantu masyarakat dalam menjalankan tradisi yang wajib dilaksanakan setiap keluarga di Buton.

Baca Juga :  Warga Buton Diminta Pertimbangkan Rencana Mudik

“Tradisi ini jika dilaksanakan perorangan akan membutuhkan biaya yang mahal makanya dilakukan secara masal dan membantu kesulitan ekonomi masyarakat dalam menjalankan ritual ini,” ungkapnya.

Festival ini diakhirnya dengan ritual Pekande-kandea atau makan bersama sebagai wujud syukur kepada sang khalik. Penampilan apik atraksi tari kolosal 5 ribu penari menjadi penutup rangkaian festival budaya tua buton tahun 2019. (***)

Facebook Comments