LABUNGKARI, Rubriksultra.com- Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik dan Persandian (Diskominfo) Buteng, La Ota memastikan tidak ada kerugian negara dalam polemik proyek pengadaan menara anten jaringan internet Buteng. Hal itu berdasarkan laporan BPKP Sultra tahun 2018.
“Berdasarkan hasil audit, sampai dengan kontrak berakhir, pekerjaan belum diserahterimakan. Selain itu, pekerjaan masih belun dibayarkan sama sekali sehingga tidak ada kerugian negara disana,” kata La Ota ditemui di kantornya, Rabu 8 Agustus 2019.
La Ota dengan tegas menyatakan, bila pekerjaan proyek tersebut tidak ada intervensi dari Bupati Buteng, H. Samahuddin. Sebab pekerjaan tersebut melekat pada DPA Diskominfo Buteng.
“Saya tegaskan kembali jika Bupati tak ada intervensi sama sekali dalam proyek pengadaan menara anten jaringan ini,” katanya.
Ia menjelaskan, pekerjaan pengadaan menara anten ini dikerjakan CV. Randy Buteng Perdana (RBP) selaku pihak penyedia dengan nilai kontrak Rp 1,1 miliar. Waktu pekerjaannya selama 40 hari mulai 16 November hingga 16 Desember 2018.
Oleh karena pada 16 Desember 2018 pekerjaan belum selesai, maka terbitlah addendum kontrak yang mengubah jangka waktu kontrak menjadi 90 hari hingga 13 Februari 2019.
“Sampai kontrak berakhir, pekerjaan belum selesai. Selain itu, pekerjaan masih belum dibayar sama sekali,” tegasnya.
Staf Perencana Diskominfo Buteng, Chasan Valiki, menambahkan tak bisa dicairkannya anggaran pekerjaan dikarenakan adanya ketidaksesuaian nomenklatur dalam DPA dan kontrak CV. RBP. Dalam kontrak tertulis belanja modal, sedang dalam kontrak tertulis pekerjaan kontruksi.
“Hal ini diketahui saat pihak penyedia mengajukan pencairan tahap 30 persen. Saat itu pihak keuangan tidak berani mengeluarkan anggaran karena adanya perbedaan nomenklatur itu,” katanya.
Oleh keuangan, pihak penyedia diminta untuk merevisi kontrak. Namun karena waktu pengajuan sudah sangat mepet dengan berakhirnya waktu pencairan maka kontrak sudah tidak memungkinkan untuk direvisi.
“Jadi ini sebenarnya hanya kesalahan administrasi dari perbedaan nomenklatur itu,” katanya.
Atas kondisi ini, kata Chasan, BPKP Sultra merekomendasikan kepada pihak penyedia untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum diadakan pencairan. BPKP Sultra juga merekomendasikan agar penyedia melakukan uji fungsi yang diawasi tim PHO (Provisional Hand Over) yang terdiri dari dinas teknis sebelum diserahterimakan.
“Saat ini progres pekerjaan berkisar 80 hingga 90 persen. Khan bisa dinyatakan 100 persen jika sudah di uji fungsi dan diserahterimakan atau PHO,” katanya.
Chasan menambahkan, hak pihak penyedia tetap akan dibayarkan. Namun setelah uji fungsi dan PHO itu selesai dan dinyatakan 100 persen.
“Ini khan pekerjaan tahun anggaran 2018. Tapi bisa dibayarkan menyeberang tahun yang anggarannya masuk dalam DPA lanjutan. Artinya bila pekerjaannya sudah selesai maka kita akan lakukan tahap selanjutnya,” katanya. (adm)
Penulis : Sukri Arianto