LABUNGKARI, Rubriksultra.com- Publik Buton Tengah (Buteng) dalam beberapa pekan terakhir dihebohkan dengan pemberitaan dugaan korupsi proyek penataan jalan menuju simpang lima Labungkari. Tak tanggung-tanggung, sejumlah elit pejabat di Buton tengah ikut disebut-sebut termasuk para legislator di DPRD Buteng.
Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Buteng, Tasman mencari akar masalah polemik yang membuat publik Buton Tengah carut marut. Ternyata, kata dia, akar dari semua masalah itu ada dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan 2018.
“Saya ingin menjelaskan sesuai dengan dokumen ini (KUA PPAS Perubahan 2018). Kalau saya lihat di KUA PPAS memang ada anggaran Rp 4 miliar, bunyi lengkapnya itu begini, “Sebagai wujud komitmen pemerintah sebagai Daerah Otonom Baru maka pemerintah daerah menyiapkan anggaran sebesar Rp 4 miliar untuk mempersiapkan lokasi pusat perkantoran daerah Kabupaten Buton Tengah di Labungkari, Kecamatan Lakudo”,” kata Anggota DPRD Buteng, Tasman ditemui di Baubau, Minggu 1 September 2019.
Usulan ini, kata dia, fokus untuk mempersiapkan lokasi perkantoran. Jadi bukan penataan kawasan jalan menuju simpang lima Labungkari yang dimaksud selama ini.
“Itu beda ya, kawasan perkantoran adalah dua hal yang berbeda dengan penataan kawasan simpang lima Labungkari,” katanya.
Kendati usulan anggaran dengan nominal Rp 4 miliar ini muncul dalam KUA PPAS, lanjutnya, namun usulan ini tidak dieksekusi atau tidak ditetapkan dalam bentuk anggaran. Alhasil, usulan ini pun tidak lolos dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) APBD Perubahan 2018.
“Nah, kalau tidak dieksekusi maka tidak ada masalah khan. Menurut saya, kenapa masalah ini menjadi carut marut karena dia muncul di KUA tapi tidak dieksekusi dalam bentuk anggaran makanya orang bingung,” katanya.
“Jadi sekali lagi saya tegaskan, anggaran Rp 4 miliar ini tidak dikerjakan karena tidak ikut ditetapkan. Di LPSE itu penataan kawasan simpang lima, berbeda dengan kawasan perkantoran ini,” tambahnya.
Legislator PKS ini menambahkan, dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tidak pernah menyebutkan anggaran sebesar Rp 4 miliar untuk penataan kawasan simpang lima labungkari. Penataan ini dalam LKPJ menggunakan anggaran sebesar Rp 6,8 miliar dengan realisasi sebesar Rp 6,779 miliar.
“Jadi begitu realisasinya dalam LKPJ. Jadi ini ada kesalahpahaman. Menurut saya walaupun muncul di KUA tapi jika tidak disusun dalam bentuk anggarannya maka tidak ada masalah,” katanya.
Ditanya mengapa usulan persiapan lokasi perkantoran ini tidak ditetapkan di APBD Perubahan 2018, Tasman mengaku lebih ke pertimbangan teknis lapangan.
“Khan belum ada akses masuk ke lokasi (perkantoran) saat itu. Kalau belum terkoneksi mau masuk bagaimana itu. Makanya anggaran itu tidak ditetapkan saat itu,” katanya. (adm)
Penulis : Sukri Arianto