Pemprov Sultra Dorong Nelayan Kecil Manfaatkan Ruang 0-2 Mil Laut

Suasana Talkshow Ngobrol Bareng dan Diskusi (Ngobras) yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Sultra dengan bantuan Rare sebagai mitra pemerintah di Metro Entertaint, Selasa 10 Desember 2019. (FOTO SUKRI)

BAUBAU, Rubriksultra.com- Peningkatan kesejahteraan nelayan lokal dan tradisional menjadi fokus Pemerintah Provinsi Sultra. Seruan pun digemakan agar masyarakat nelayan dapat tergugah untuk berkelompok dengan adanya prioritas alokasi ruang 0-2 mil laut bagi mereka.

Seruan ini dikemas dalam talkshow informal yang santai yang dinamakan ‘Ngobras’ atau ‘Ngobrol Bareng dan Diskusi’ dyang digelar di Metro Entertaint Baubau, Selasa 10 Desember 2019.

- Advertisement -

Talkshow ini diinisiasi Pemerintah Provinsi Sultra dengan bantuan Rare sebagai mitra pemerintah agar publik bisa mengetahui arah kebijakan sektor perikanan skala kecil.

Tema utama yang diusung adalah seputar Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sultra tahun 2018–2038. Dimana didalamnya terdapat unsur peraturan pemanfaatan ruang bagi kegiatan perikanan tangkap yang dikhususkan untuk nelayan skala kecil dan masyarakat tradisional.

Secara eksplisit, dalam Pasal 29 ayat (5) dijelaskan “Pemanfaatan ruang untuk kegiatan penangkapan ikan pada Zona Perikanan Tangkap dalam wilayah 0–2 mil diprioritaskan bagi nelayan kecil, masyarakat lokal dan/atau masyarakat tradisional”.

Talk show ini menghadirkan tiga narasumber yang mewakili pemangku kepentingan utama di Sultra yang diwakili oleh nelayan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sultra, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sultra.

Acara ini dihadiri pula oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap dari Kabupaten Buton, Muna, Buton Utara, Buton Selatan, dan Buton Tengah. Terdapat pula awak media yang memiliki perwakilan atau korespondensi di Kota Baubau dengan total peserta 35 orang.

Berdasarkan data DKP Sultra 2016, terdapat lebih dari 90% dari total 90.674 nelayan skala kecil yang menggantungkan hidup mereka dari menangkap ikan di wilayah pesisir 0–2 mil laut. Olehnya kelestarian ekosistemnya menjadi hal yang sangat penting.

Baca Juga :  Perang Melawan Corona, Pemkot Baubau Bakal Lakukan Pergeseran Anggaran

Permasalahannya saat ini adalah, para nelayan skala kecil tersebut secara tidak langsung telah mengeksploitasi sumber daya tanpa perhitungan yang berimbas kepada fenomena overfishing. Fenomena ini diperparah dengan adanya nelayan dari daerah lain yang datang untuk memancing di kawasan yang sama.

Tanpa adanya skema pengelolaan yang tepat, para nelayan skala kecil akan terus mendapatkan kerugian dari kegiatan penangkapan yang berlebih dan merusak, serta berkompetisi dengan nelayan dari luar daerah yang datang dan mengeksploitasi secara berlebih. Imbasnya adalah kesejahteraan nelayan kecil di daerah pesisir pun terus terancam.

Berkaca dari permasalahan ini, maka dibutuhkan suatu inovasi pengelolaan kawasan laut dan sumberdaya perikanan oleh masyarakat dan juga oleh pemerintah setempat agar pengelolaan perikanan skala kecil dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu, tidak hanya ekosistem yang terjaga, namun juga kesejahteraan para masyarakat pesisir, terutama para nelayan kecil.

Sebagai bentuk turunan dari pasal 29 ayat (5) Perda No. 9 Tahun 2018, maka model pengelolaan yang saat ini telah dikembangkan untuk mengedepankan kepentingan nelayan kecil adalah Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP). Program ini diusung oleh Pemerintah Provinsi dengan bantuan dari Rare sebagai mitra pemerintah.

PAAP mengedepankan pentingnya mengelola ekosistem secara menyeluruh agar ekosistem-ekosistem yang menopang keberadaan stok ikan di wilayah pesisir seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang (yang memang banyak terdapat di wilayah 0–2 mil) terjaga utuh.

Salah satu komponen yang penting dari Program PAAP adalah adanya kelompok nelayan yang diberikan izin khusus untuk jangka waktu tertentu dari pemerintah untuk menangkap ikan pada daerah tertentu (daerah yang telah disepakati) dengan sistem pengawasan dan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

Kepala Bidang Ekonomi dan SDA Bappeda Provinsi Sultra, Dr. H. Eka Paksi menuturkan Perda No. 9 Tahun 2018 tentang RZWP3K merupakah inisiatif dari Pemerintah untuk menentukan arah penggunaan sumber daya dengan penetapan struktur dan pola ruang yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

Baca Juga :  Hari Pers Nasional, Pemkot Baubau Apresiasi Peran Wartawan

Dengan adanya alokasi 0–2 mil laut yang dikhususkan untuk nelayan kecil, masyarakat lokal atau masyarakat tradisional ini diharapkan agar para nelayan kecil dapat memiliki keleluasaan dalam mengelola karena secara hukum telah mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sultra, Ir. H. Askabul Kijo menambahkan, pemerintah mendukung adanya alokasi khusus 0 – 2 mil. Salah satu bentuk dukungan adalah menerapkan konsep PAAP di 22 tempat berbeda yang tersebar di 11 Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara.

“Intinya adalah bagaimana nelayan dapat berkelompok dan bekerjasama dalam mengelola sumber daya perikanan yang ada di wilayah mereka. Karena hanya dengan berkelompoklah suatu pengelolaan dapat berjalan secara efektif dan berkelanjutan”.

Bagi nelayan, inisiatif seperti ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir dimana mereka secara langsung mendapatkan ruang untuk mengelola sumber daya laut dan ikan di daerah mereka tanpa harus khawatir bahwa sumber daya tersebut akan dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Salah satu nelayan, Adianto yang juga selaku Ketua Forum Nelayan Poasa-asa Wakatobi menambahkan, tantangan dalam membentuk kelompok adalah bagaimana meyakinkan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan sumber daya yang ada di daerah mereka sehingga sumber daya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

“Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa pendapatan mereka terus menurun itu diakibatkan mereka tidak memberlakukan prinsip keberlanjutan dalam aktivitas mereka, dan ini yang perlu kita dorong, agar mereka bisa sadar dan merubah perilaku mereka,” katanya.

Talkshow ini merupakan salah satu rangkaian kampanye tentang perikanan berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Tenggara yang akan berlangsung hingga tahun 2021. (adm)

Penulis : Sukri Arianto

Facebook Comments