BAUBAU, Rubriksultra.com- Wali Kota Baubau, Dr AS Tamrin berharap semua ahli waris Sultan Himayatuddin Muhamad Saidi atau Oputa Yi Koo bersyukur. Ia juga meminta agar polemik gelar pahlawan nasional sang tokoh Sulawesi Tenggara asal Buton ini dihentikan.
Hal itu Ia sampaikan kepada sejumlah awak media didampingi Ketua Tim Pengkaji dan Peneliti Gelar Daerah (TP2GD), Dr Tasrifin Tahara di Rujab Wali Kota Baubau, Minggu 1 Desember 2019.
Secara singkat Dr AS Tamrin mengisahkan perjalanan usulan gelar sang tokoh asal Buton itu. Usulan pertama kali mencuat 17 tahun yang lalu lalu.
Seiring berjalannya waktu, usulan ini diterima. Ia pun membentuk sebuah tim dan menunjuk Dr Tasrifin Tahara sebagai ketua untuk mencari dan melengkapi berbagai dokumen kebutuhan penunjang.
Atas arahan Presiden RI, Joko Widodo, gelar pahlawan nasional tahun 2019 harus mewakili provinsi. Olehnya, Ia selaku pengusul bersama tim menghadap Gubernur Sultra, Ali Mazi untuk meminta persetujuan.
Setelah merampungkan berbagai dokumen yang ada, ternyata pemerintah pusat menginginkan harus ada ahli waris sang tokoh. Ahli waris bersama pengusul diharuskan hadir pada saat penyematan gelar pahlawan nasional.
“Jadi ketika disampaikan harus ada ahli waris, saya meminta tim untuk menelusuri. Rupa-rupanya Pak Ali Mazi adalah salah satu dari sekian banyak ahli waris,” ujarnya.
Penentuan Ali Mazi sebagai ahli waris sudah melalui kajian. Ahli waris sultan Buton tak sama seperti kesultanan lainnya seperti di Yogyakarta ada Sultan Hamengku Buwono I,II,III dan seterusnya.
“Jadi ahli waris adalah ahli waris secara pribadinya sultan, bukan harus trah sultan. Sehingga Ali Mazi memenuhi syarat dalam ahli waris La Karambau atau Oputa Yi Koo sebagai tetesan darah dari beliau,” katanya.
Sebagai pembuka jalan, Dr AS Tamrin tak mau tampil menjadi sebagai. Penganugerahan gelar pahlawan nasional dari Buton sudah membuat dirinya bersyukur.
“Saya sudah bersyukur ada pahlawan nasional dari Sultra yang merupakan tokoh dari Buton. Harapan saya semua ahli waris juga bersyukur dengan itu,” ujarnya.
Ia meminta agar hal tersebut tidak lagi dipolemikan. Tetapi lebih dari itu, semua masyarakat utamanya ahli waris patut berbangga.
“Sebenarnya kita ini meluruskan saja. Tidak ada maksud untuk meminggirkan siapa-siapa. Kita sudah berbangga dan senang sudah ada pahlawan nasional dari Buton, meskipun labelnya dari Sultra,” katanya.
Ia berharap semangat kepahlawanan Sultan Himayatuddin ini menjadi pembuka jalan sebagai spirit pembentukan Provinsi Kepulauan Buton (Kepton). Ia percaya, bila semua masyarakat bersatu maka mimpi itu akan terwujud.
Ketua TP2GD, Dr Tasrifin Tahara mengaku setelah mendapat mandat mengetuai TP2GD, pihaknya langsung membentuk tim dengan melibatkan unsur tokoh masyarakat, akademisi, tokoh adat, Sultan Izat Manarfa, komponen-komponen yang memenuhi syarat, serta orang-orang yang pernah terlibat sebelumnya.
Bersama tim, dirinya mulai mengumpulkan naskah akademik dan riwayat kepahlawan Sultan Himayatuddin. Mulai dari penetapan lokasi kuburan, ahli waris dan berbagai dokumen lain sebagai bahan penunjang.
Ia pun menepis bila ada anggapan ahli waris harus berdasarkan keturunan sultan. Kata dia, sistem pemilihan sultan Buton berbeda dengan di Jawa.
“Nah, terkait ahli waris kami berkomunikasi dengan beberapa informan. Informasi ini kami kaitkan dengan naskah yang dimiliki Bapak Mulku Zahari. Nah, ternyata ada koneksi antara pengetahun informan dan naskah itu,” katanya.
Kata dia, dari penelusuran didapatkan garis turunan dari Sultan Himayatuddin. Kebetulan Bapak Ali Mazi merupakan generasi ke-9 dari pihak sang ibu.
“Jadi saya kira riak-riak yang selama ini ada di masyarakat mestinya tidak perlu, harusnya kita bersyukur. Gelar ini sudah ada Kepresnya, artinya secara pribadi kita sudah dihitung secara nasional dan ini bisa menjadi tokoh pemersatu untuk Kepulauan Buton,” katanya. (adm)
Penulis : Sukri Arianto