NTP Sultra Kembali Turun, Bagaimana Nasib Petani?

Muhammad Imam Syafi’i

Oleh : Muhammad Imam Syafi’I, S.Tr.Stat.
Staf IPDS BPS Kota Baubau

BAUBAU, Rubrik Sultra. com- Nilai Tukar Petani (NTP) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali mengalami penurunan pada Desember 2019. NTP ini sebelumnya juga telah mengalami penurunan sejak Juli 2019 lalu.

- Advertisement -

Penurunan nilai NTP dalam periode lima bulan terakhir tentu menimbulkan pertanyaan. Kenapa NTP Sultra dapat turun terus-menerus?.

NTP adalah indeks keterbandingan antara harga yang harus dibayar petani dan harga yang diterima petani. NTP menjadi salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan.

NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, maka secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli petani.

Perhitungan nilai NTP adalah nilai dasar yang dapat digunakan untuk dapat melihat gambaran mengenai perubahan kesejahteraan para petani setiap bulannya.

Simatupang dan Maulana (2008) mengemukakan, penanda kesejahteraan yang unik bagi rumah tangga tani praktis tidak ada. Sehingga NTP menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian dalam menilai tingkat kesejahteraan petani.

Nilai NTP Sultra mulai mengalami penurunan sejak Juni 2019 yang awalnya berada pada angka 94,37. Kemudian terus mengalami penurunan hingga November 2019 yang berada pada angka 92,32.

Angka NTP yang berada dibawah angka 100 mengindikasikan bahwa harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pedesaan khususnya petani lebih besar dibandingkan harga barang yang di produksi oleh petani di wilayah itu sendiri.

Angka NTP Provinsi Sultra terbagi kedalam lima subsector yaitu, subsector tanaman pangan, subsector hortikultura, subsector tanaman perkebunan rakyat, subsector peternakan, dan subsector perikanan.

Baca Juga :  Liwu tak Terlupakan dan "Disangka Diusir"

Dari kelima subsector ini, hanya subsector hortikultura yang mengalami peningkatan NTP. Sedang empat lainnya mengalami penurunan dengan subsector tanaman perkebunan rakyat yang mengalami penurunan terbesar sebesar 1,62 persen. Berdasarkan penurunan subsector inilah yang menyebabkan NTP Provinsi Sultra mengalami penurunan hingga 0,8 persen.

Pergerakan NTP Provinsi Sultra terbilang penting karena masih banyaknya masyarakat Sultra yang menjadikan petani sebagai profesi utama. Pada publikasi Provinsi Sultra Dalam Angka 2019, BPS mencatat terdapat 427.659 orang yang bekerja pada lapangan usaha pertanian dengan jumlah laki-laki sebanyak 288.610 jiwa dan perempuan sebanyak 139.049 jiwa.

Dari jumlah tersebut, 61 persen dari jumlah penduduk yang bekerja pada sektor pertanian masih berpendidikan SD kebawah dengan jumlah 261.686 jiwa.

Faktanya, Provinsi Sultra merupakan provinsi dengan NTP terendah bila dibandingkan dengan provinsi yang ada di pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Barat adalah provinsi dengan NTP tertinggi se-Sulawesi dengan angka 112,68.

NTP Provinsi Sultra juga masih jauh dibawah NTP nasional. Pada November 2019 yaitu sebesar 104,10 yang mengalami peningkatan 0,05 persen dibandingkan NTP pada bulan sebelumnya.

Pada bulan yang sama, Badan Pusat Statistik Indonesia selain merilis NTP secara nasional juga mengeluarkan data mengenai inflasi perdesaan yang didapatkan dari perubahan indeks konsumsi rumah tanga petani.

Pada data yang dirilis tersebut, Provinsi Sultra mengalami inflasi perdesaan sebesar 0,12 persen dengan kelompok kesehatan dan bahan makanan yang menjadi faktor utama peningkatan inflasi perdesaan tersebut. Walaupun berdasarkan data tersebut Provinsi Sultra mengalami inflasi perdesaan terutama pada kelompok bahan makanan sebesar 0,23 persen tetapi indeks yang diterima petani mengalami deflasi sebesar 0,70 persen.

Berdasarkan data itu, maka diperlukan segera intervensi pemerintah untuk membantu perekonomian petani di Sultra yang telah mengalami penurunan pada lima bulan terakhir ini. Secara sederhana untuk meningkatkan NTP di suatu wilayah, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menurunkan indeks harga yang harus dibayar petani dan meningkatkan indeks harga yang diterima oleh petani.

Baca Juga :  Ekonomi Pemuda dan Ekonomi Keluarga

Untuk menurunkan indeks harga yang harus dibayar petani, pemerintah dapat melakukan intervensi. Salah satunya dari segi pemberian subsidi kepada para petani baik berupa biaya untuk kegiatan produksi pertanian maupun dengan pemberian subsidi terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi oleh para petani.

Sedangkan untuk meningkatkan harga yang diterima petani, pemerintah harus dapat mengintervensi dalam penentuan harga pasar. Dimana umumnya para petani masih melakukan penjualan hasil produksinya kepada para pengumpul, sehingga dengan jumlah rantai pasar yang panjang dapat meningkatkan harga barang di masyarakat tetapi petani tetap mendapatkan keuntungan yang kecil.

Disamping itu, pemerintah dapat menjaga inflasi perdesaan yang terjadi di suatu wilayah dengan memberikan bantuan pada para petani darisektor yang dapat dibantu secara langsung seperti dari sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, sektor kesehatan, dan sektor transportasi dan komunikasi.

Dengan begitu uang yang sebelumnya digunakan para petani untuk memenuhi sektor tersebut dapat dialihkan untuk kegiatan produksinya sehingga dapat meningkatkan produksi baik dari segi kualitas dan juga kuantitasnya. (***)

Facebook Comments