JAKARTA, Rubriksultra.com- Nungki Kusumastuti, salah satu juri penganugerahan kebudayaan PWI Pusat memuji keindahan tenun Buton. Pujian itu Ia lontarkan dalam sesi tanya jawab presentasi Wali Kota Baubau, Dr AS Tamrin sebagai salah satu nominator penerima anugerah kebudayaan PWI pusat di kantor PWI Pusat, Jakarta, Kamis 9 Januari 2020.
Tenun Buton ini sudah dipersiapkan pemerintah Kota Baubau sebagai bentuk upaya pelestarian budaya sesaat sebelum sesi presentasi dimulai. Tenun Buton bermodel selendang disematkan kepada juri perempuan, Nungki Kusumastuti.
Selain itu, pemerintah Kota Baubau menyiapkan Kampurui (Ikat kepala berbahan tenun Buton) yang diberikan kepada juri laki-laki. Diantaranya, Agus Dermawan T, Ninok Leksono, dan Yusuf Susilo Hartono.
“Setelah saya pakai (Selendang tenun Buton) merah ini, saya merasa cantik. Ini pasti peninggalan lama yang dibikin baru. Hasil tenun yang indah,” katanya.
Ia pun coba menggali informasi eksistensi tenun Buton ini langsung kepada Wali Kota Baubau, Dr AS Tamrin. Ia menitik beratkan pertanyaan apakah tenunan ini masih dipergunakan hingga sekarang khususnya generasi milenial.
Wali Kota Baubau, Dr AS Tamrin langsung menanggapi dengan semangat. Kata dia, hasil tenunan masyarakat di Baubau hingga saat ini terus dikembangkan dengan berbagai macam inovasi.
“Banyak penenun kita yang melanjutkan hasil karya tradisional ini,” kata AS Tamrin.
Orang nomor satu di Baubau ini menjelaskan, tenun Buton sangat beraneka ragam bentuknya. Bentuk ini disesuaikan dengan kondisi kekinian dengan tidak mengorbankan nilai estetika yang terkandung didalamnya.
Kata dia, tenun Buton pada masanya dipakai sesuai jabatan seseorang. Artinya tenunan bisa menggambarkan identitas seseorang dalam lingkungan masyarakat.
“Namun sekarang lebih kepada pelestarian. Makanya pengembangannya diusahakan tak lagi konvensional sehingga semua kalangan bisa memakai dengan kesetaraan yang sama,” katanya.
Tenunan Buton ini juga hingga sekarang masih dipakai. Utamanya pada acara festival yang semua peserta wajib menggunakan pakaian adat mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa.
“Semua ada pakaiannya masing-masing dalam rangka melestarikan. Bukan hanya itu, di Baubau juga banyak ritual adat dimana para perangkat adat menggunakan pakaian tradisional. Jadi pakaian itu tetap terjaga sampai saat ini,” jelas Dr AS Tamrin.
Juri lainnya, Agus Dermawan T mengaku sangat tertarik dengan Kampurui. Kampurui ini diakuinya akan dijadikan koleksi. (adm)
Penulis : Sukri Arianto