Ketua DPRD Busel Putuskan Pansus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Busel Dibubarkan

Suasana rapat pembubaran pansus yang dipimpin langsung Ketua DPRD Busel, La Ode Armada di kantor DPRD Busel, Senin 29 Juni 2020. (Foto Istimewa)

BATAUGA, Rubriksultra.com- Panitia khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Buton Selatan (Busel) terkait penyelidikan ijazah palsu milik Bupati Busel, H. La Ode Arusani dibubarkan. Keputusan pembubaran pansus dipimpin langsung Ketua DPRD Busel, La Ode Armada di kantor DPRD Busel, Senin 29 Juni 2020.

Ketua DPRD Busel, La Ode Armada menegaskan, alasan pembubaran karena pembentukan pansus dinilai telah melanggar tata tertib (Tatib) dewan. Selain itu, pansus yang dibentuk cacat hukum dan tidak sesuai prosedur.

- Advertisement -

Kata dia, pengambilan keputusan baik dari rapat Badan Musyawarah (Banmus) maupun rapat paripurna angket sama sekali tidak dikoordinasikan dengan pimpinan. Bahkan tidak ada surat pemberitahuan digelarnya rapat paripurna pembentukan pansus tersebut.

Terlebih lagi pengusul hak angket tidak menyampaikan dokumen-dokumen dugaan ijazah palsu untuk dijadikan dasar pandangan fraksi sebagaimana telah diatur dalam Peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2018 pasal 73 ayat 2 dan pasal 74 ayat 1. Sehingga tidak ada alasan bagi pihaknya untuk tidak membatalkan pembetukan pansus yang diklaim inprosedural itu.

“Sekwan juga tidak diberi informasi dalam pengagendaan kegiatan rapat paripurna ini. Pansus yang menggunakan hak angket anggota dewan ini sarat akan kepentingan. Jadi atas dasar itu saya beserta lima anggota DPRD Kabupaten Busel lainnya menggelar rapat pembatalan pansus itu,” tambahnya.

Ditempat berbeda, Pakar Hukum Tata Negara Sultra, DR Laode Muhaimin SH, LL.M sangat menyayangkan upaya DPRD Kabupaten Busel dalam mengambil sebuah keputusan. Apalagi keputusan tersebut bergantung pada nasib seseorang yang telah dinyatakan selesai penyidikannya oleh pihak kepolisian Polda Sultra.

“Kita harus hormati apa yang telah dikeluarkan oleh Polda Sultra dalam melihat kasus dugaan ijazah palsu milik Bupati Buton Selatan, laode Arusani ini dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Secara tidak langsung kasus ini dianggap selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi selama tidak ada novum baru,” tuturnya.

Baca Juga :  16 Warga Busel Jalani Swab Tes

Kata dia, dalam kaitannya dengan undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, ada beberapa hal yang dapat membuat seorang kepala daerah dimakzulkan. Diantaranya dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah, melanggar larangan bagi kepala daerah, serta melakukan perbuatan tercela.

“Pada konteks undang-undang 23 tahun 2014, pemberhentian kepala daerah tentu berbicara tentang kebijakannya yang diduga bertentangan dengan undang-undang. Jadi bukan berbicara pada ranah pidana umum yang menjadi kewenangan penuh pihak kepolisian,” tambah doktor Universitas gajah mada (UGM) itu.

Dijelaskan, meski dalam perjalanannya DPRD kabupaten Busel tetap ngotot memaksakan diri dalam penyelidikan dan penyidikan dugaan tindak pidana dalam ranah pansus dewan, diyakini pihaknya menjadi hal yang sia-sia. bahkan, pihaknya menganggap produk yang dihasilkan nanti oleh pansus tersebut adalah ilegal.

“Bagaimana mungkin menghasilkan produk yang legal sementara dalam pembentukkannya saja sudah tidak memenuhi tata tertib (tatib) dewan. Ditambah lagi, Ketua DPRD kabupaten Busel yang harus memimpin paripurna masih menjalankan tugas negara diluar daerah. Apakah ada mandat dari Ketua DPRD untuk menggelar paripurna itu. Dan yang harus dipahami bersama bahwa keputusan DPRD itu adalah kolektif kolegial,” jelasnya.

Yang menjadi pertanyaan pihaknya justru alasan pada konteks desakkan massa yang memaksa DPRD Kabupaten Busel menggelar rapat paripurna pembentukan pansus disaat Buton Selatan tidak mengalami kegentingan. Bahkan tanpa berpikir panjang para wakil rakyat Kabupaten Busel mengamininya dengan menggelar apa yang menjadi tuntutan peserta aksi.

“Memang apa yang menjadi tuntutan masyarakat itu harus ditindak lanjuti. Namun demikian, para wakil rakyat harus meminta waktu untuk kemudian didiskusikan bersama anggota lain dengan melihat dan mempertimbangan tupoksi yang melekat ditubuh DPRD kabupaten Busel. Jangan karena ini desakkan masyarakat membuat DPRD Kabupaten Busel langsung mengambil sikap tanpa berpikir panjang,” tutup dosen ahli hukum tata negara Unidayan Kota Baubau itu.

Baca Juga :  Plt Bupati Busel : Pesta Kampung Wapulaka Perekat Kebersamaan

Awak media kemudian mencoba beberapa kali meminta konfirmasi Ketua Pansus DPRD Busel, La Hijira melalui telepon selulernya atas pembubaran pansus yang dipimpin langsung Ketua DPRD Busel, La Ode Armada. Sayang, telepon seluler milik Legislator Golkar itu tidak dapat dihubungi atau tidak aktif. (adm)

Facebook Comments