BAUBAU, Rubriksultra.com- Hidup butuh perjuangan. Begitulah kira-kira kisah perjuangan La Udi, warga Kelurahan Bataraguru, Kecamatan Wolio, Kota Baubau yang kesehariannya berjualan es cendol sambil merawat buah hati dipelukannya.
Laporan : Ady
Setiap hari sekira pukul 06.30 WITa, La Udi sudah bersiap. Wadah kaca berisi cendol di gerobak kesayangannya sudah siap dijajakan kepada pelanggan.
Ia biasa mangkal di Pantai Kamali menunggu pelanggan yang membeli dagangannya. Tak seperti penjual kebanyakan, La Udi selalu ditemani buah hatinya yang masih berumur satu tahun.
Hari itu, Sabtu 28 November 2020, cuaca agak mendung. Dengan topi capit dan selendang hijau melilit pundaknya, La Udi menggendong buah hatinya. Nampak pula ia ditemani anak lelakinya.
La Udi punya tiga orang anak. Satu balita perempuan dan dua anak laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Anak balitanya ini bukan tak lagi memiliki ibu. Ibunya bernama Wa Rumi dan masih sehat. Rumah tangga merekapun baik-baik saja.
Namun, keadaan memaksa pasangan suami istri ini berjuang bertahan hidup. Wa Rumi ikut membanting tulang dengan berjualan bubur kacang hijau menggunakan gerobak lain seperti sang suami.
Setiap hari, keduanya harus berpeluh. Memeras keringat dengan berjalan kaki sejauh lebih dari satu kilometer menjajakan dagangan mereka.
Bapak tiga anak asal Wadiabero, Kabupaten Buton Tengah itu mengaku telah berjualan sejak tahun 80-an, sebelum Pantai Kamali direklamasi. Saat itu dirinya sudah berjualan bubur kacang hijau.
“Setiap hari kita berdua menjual cari uang buat hidup. Saya terpaksa menjual sambil gendong anak karena tidak ada yang jaga. Ada dua kakaknya, tapi tidak bisa ditinggal karena keduanya juga masih kecil,” kata La Udi di kediamannya.
La Udi tidak memperlihatkan wajah kesulitan ketika harus berjualan sambil menggendong anak balitanya. Acap kali anaknya sampai tertidur pulas di pundaknya.
“Yang penting jalani saja dengan ikhlas, Insya Allah ada rezeki. Saya kadang malu ketika ada pembeli yang memberi lebih saat melihat saya berjualan. Tapi mungkin sudah rezekinya ini anak,” katanya.
Tak banyak hasil dari penjualan es cendol dan bubur kacang hijau ini. Sehari, La Udi dan istrinya membuat dagangan seharga Rp 150 ribu, masing-masing es cendol Rp 75 ribu dan bubur kacang hijau Rp 75 ribu.
“Itupun kalau habis. Kalau tidak habis, saya bagikan cuma-cuma kepada tukang ojek dan tukang becak. Daripada rusak,” katanya.
Sebelum adanya wabah corona, La Udi mengaku keluarganya tidak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah. Padahal data kependudukannya berdomisili di Kota Baubau.
“Hanya saat Corona ini kami dapat bantuan dua kali. Beras, telur dengan minyak dari kelurahan,” katanya.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan bantuan modal untuk mengembangkan usahanya. (adm)