RUMBIA, Rubriksultra.com– Sepekan terakhir, curah hujan di wilayah Pulau Kabaena meninggi. Sejumlah sungai di Desa Batuawu dan Desa Puu Nunu, Kecamatan Kabaena Selatan berubah warna yang diduga akibat dampak buruk dari aktifitas beberapa perusahan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut.
Warga yang bermukim di bantaran sungai E’e Laa dibuat kaget dengan kondisi air berwarna coklat kemerah-kemerahan. Tak hanya di sungai E’e Laa di Desa Batuawu, warga yang bermukim di Desa Puu Nunu dan Pongkalaero juga resah dengan kondisi sungai Puu Nunu yang sekarang berubah warna.
Sungai E’e Laa berada tepat membelah di tengah perkampungan warga Desa Batuawu. Sedangkan sungai Puu Nunu tidak begitu jauh dengan perkampungan yang hanya berjarak 50 meter saja.
Lukman, salah satu warga yang tinggal di pinggir bantaran sungai E’e Laa Desa Batuawu merasa resah dengan kondisi sungai yang sekarang ini. Ditambah lagi rumah pribadi miliknya tepat berada di bantaran sungai tersebut.
Kata dia, warna dan debit air di sungai tersebut berbeda dengan kondisi sebelum hadirnya tambang yang kini beroperasi di belakang kampung Desa Batuawu.
“Warna sungai ini tidak seperti sebelumnya. Dulu ketika hujan turun warnanya hanya keruh biasa, namun, kali ini sangat jauh berbeda hingga berwarna coklat bahkan kemerah-merahan. Kondisi seperti ini baru terjadi, mungkin pengaruh aktifitas tambang yang sekarang beroperasi dibelakang kampung ini,” bebernya kepada awak media beberapa waktu lalu.
Dikatakan, sungai E’e Laa merupakan ancaman serius bagi warga yang bermukim dekat sungai itu. Tiap tahun ketika musim hujan tiba, sungai tersebut meluap hingga menggenangi pemukiman warga. Sungai tersebut tidak bisa menampung debit air yang besar yang datangnya dari pegunungan.
“Apalagi hadirnya tambang ini, bakal lebih parah lagi kondisinya,” keluhnya.
Salah satu tokoh masyarakat sekaligus Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Batuawu, Sirajuddin Adani mengatakan, kondisi yang dirasakan warga saat ini tidak boleh dibiarkan. Sejak dahulu, warga Batuawu tidak izinkan perusahaan menambang dj wilayah tersebut.
Bahkan, kata dia, perusahaan yang kini beroperasi di wilayah tersebut tidak pernah mengadakan sosialisasi langsung ke masyarakat Desa Batuawu terkait Amdal. Sepengetahuannya, sosialisasi hanya dilakukan di Desa Puu Nunu dan itu tidak sepenuhnya melibatkan warga Desa Batuawu.
“Saya pernah bertanya dengan kepala desa saat sosialisasi Amdal pada saat itu siapa yang hadir, hanya kepala desa dan BPD yang hadiri sosialisasi itu. Harusnya khan warga yang dilibatkan juga biar tahu, kok sekarang tiba-tiba meledak saja aktifitas tambang di belakang kampung ini,” tuturnya.
Harusnya jika ada itikat baik dari pihak perusahaan, diadakan sosialisasi Amdal di kedua desa karena secara tehnis, Desa Batuawu yang merupakan wilayah pengerukan atau pengambilan Ore Nikel.
Selain itu, menurutnya, kehadiran perusahaan tambang di wilayahnya sudah mulai berdampak buruk. Selain limbah berupa lumpur, jalan umum yang kerap dilalui oleh mobil perusahaan kini sudah rusak parah.
“Soal jalan, mobil tambang yang kasih rusak, memang kacau balau di kampung ini, selain kalau musim kemarau tiba, debu tanah dari aktifitas tambang akan sampai di perkampungan,” tuturnya.
Jika hal ini terus berlanjut, Ia mengancam dengan berencana membuat mosi tidak percaya kepada camat dan desa.
“Bahkan saya rencana mau buat mosi tidak percaya kepada camat dan desa, kirim ke kementrian supaya mereka lihat keadaan disini yang diporak-porandakan oleh tambang.”pungkasnya. (adm)
Laporan: Agus.S