Kisah Tukang Ojek yang Banting Setir Menjadi Penjual Masker

Kahar saat sedang menjajakan jualannya di jalan Wolter Mongonsidi, tepat di depan SPBU Haji Karim. (Foto Ady)

BAUBAU, Rubriksultra.com- Dampak pandemi Covid-19 sangat terasa dari sisi ekonomi, tak jarang dampaknya memaksa usaha seseorang gulung tikar atau meninggalkan profesi lama, beralih ke profesi baru. Keputusan ini terapaksa harus diambil agar bisa bertahan hidup di tengah pandemi.

Laporan : Ady

- Advertisement -

Selasa, 25 Mei 2021. Pagi itu Kahar mulai bersiap menggelar jualannya. Dengan langkah pasti ia memacu motor metik kesayangannya dari kediamannya di Kelurahan Bataraguru menuju lokasi tempat ia berjualan di jalan Wolter Mongonsidi, tepat di depan SPBU Haji Karim.

Kahar adalah seorang penjual masker. Maskernya dia datangkan dari pulau Jawa, terkadang juga Kahar membeli masker di sejumlah pasar yang ada di Baubau.

Sebelum pandemi Covid-19 melanda, Kahar berprofesi sebagai ojek di Sulawesi Tengah. Namun sejak Covid-19 merebak pada tahun 2020, perekonomiannya terpuruk hingga memutuskan pulang kampung pada Juli 2020 lalu.

“Alasan pulang karena Covid-19 menghantam perekonomian dan membuat penghasilan saya susah. Ditambah lagi istri saya sedang sakit,” kata Kahar yang baru setahun pulang dari perantauan ini.

Tiba di Baubau. Kahar masih melakoni profesi ojek beberapa minggu, namun keadaan ekonomi belum juga bersahabat.

“Hingga akhirnya datang teman saya bernama Erman meminjamkan modal dalam bentuk berbagai macam masker dengan total harga Rp 900 ribu. Dia juga mengajarkan cara menjual dan bagaimana mendapatkan masker sebab dia (Erman) juga sebagai penjual masker,” kenagnya.

Hingga saat ini, Kahar menjual berbagai jenis masker seperti masker medis dan masker kain. Bahkan sekarang, ada aksesoris lain seperti pengait masker dan kaos tangan.

“Masker yang sering laku itu masker medis. Waktu tahun 2020 itu satu buah masker sekali pakai dengan harga Rp 10 ribu. Sekarang, tiga buah masker sekali pakai turun harga menjadi Rp 5 ribu,” katanya.

Baca Juga :  Asuh Bayi yang Dibuang, Ratna Dewi: Bila Diizinkan, Saya Akan Rawat Selamanya

Kahar bercerita suka dukanya saat melakoni pekerjaan barunya ini. Diawal menjual, dagangan miliknya pernah disoal Sat Pol PP Kota Baubau karena menghalangi pejalan kaki sebab lapaknya sedikit berdiri di badan trotoar.

Atas teguran itu, kini ram kawat milik Kahar dipaksakan berdiri di pojok petak tanah sisa antara ujung pagar milik orang dan ujung trotoar. Lebarnya sekitar 40 centimeter.

“Waktu itu Pol PP datang satu peleton saat saya masih menjual. Saya dikasih peringatan sama mereka jangan menjual sampai di trotoar. Kata mereka trotoar itu untuk pejalan kaki,” ucapnya.

Berbeda dengan respon masyarakat sekitar, kata Kahar, masyarakat justru merasa terbantu dengan keberadaannya, sebab masyarakat merasa dekat ketika membutuhkan masker.

Kahar mengaku kebijakan pemerintah dalam penerapan protokol kesehatan dengan mewajibkan penggunaan masker dalam setiap beraktivitas menjadi pembawa rejekinya.

Pundi-pundi rupiah rata-rata datang dari pengguna jalan yang singgah membeli masker biasanya untuk keperluan beraktivitas. Seperti persiapan untuk memasuki lokasi wajib masker seperti di masjid, toko-toko, warung kopi, restoran, mal, instansi pemerintahan ataupun Fasilitas Kesehatan. Acap kali Aparatur Sipil Negara (ASN) yang lewat juga singgah membeli masker.

“Alhamdulillah, penghasilan bisa lebih kurang Rp 100 ribu sehari. Itu penghasilan kotor. Berbeda kalau hari-hari kantor, Senin-Jumat itu bisa di atas Rp 100 ribu sehari,” tutur Kahar.

Jumlah ini sangat berbeda saat awal-awal menjual. Kahar mengaku penghasilannya waktu itu bisa mencapai di atas Rp 200 ribu sehari.

“Tapi akhir-akhir ini saya lihat, antusias masyarakat menggunakan masker mulai berkurang. Namun Insya Allah penghasilan menjual masker bisa untuk menghidupi anak dan istri,” tandasnya. (adm)

Facebook Comments