BAUBAU, Rubriksultra.com- Usia renta tak menjadikan halangan seorang nenek di Kota Baubau untuk mengais rejeki. Tangannya pantang meminta mengharap belas kasih orang, malah ia terus bengoh untuk bisa bertahan hidup di tengah kerasnya terpaan pandemi Covid-19.
Laporan : Ady
Namanya nenek Saharima. Sepengetahuannya, usianya kini sudah lebih dari 80 tahun. Ia mengaku tinggal tidak jauh dari Pasar Karya Nugraha, Kota Baubau.
Dibalik masker kain warna merah muda, raut muka nenek Saharima tak menunjukkan kelemahan sama sekali, meski kulitnya kini telah keriput sana-sini.
Sang nenek hingga saat ini masih eksis mengasong di Pelabuhan Murhum, Kota Baubau. Pekerjaan ini telah ia geluti sejak tahun 90-an.
Dulu, saat muda, beragam jenis barang dagangan mampu dibawanya sekaligus. Mulai dari rokok, minuman kaleng, air mineral, segala macam jenis kue, dan banyak lagi.
Kini, di usia rentanya, hanya tiga botol air mineral dan sejumlah antiseptik mini (Hand sanitizer) yang disimpan di kantong kresek yang mampu ia bawa.
Jangan tanya keuntungan, jauh dari harapan. Paling tidak, bisa menyambung hidup.
“Sekarang saya tidak lagi mampu menjual sebanyak itu. Saya sudah tua begini,” ucap Saharima, ditemui di pelataran pintu masuk Pelabuhan Murhum.
Saharima berkisah, sepeninggal mendiang suaminya, ia terpaksa harus bekerja keras untuk bisa menghidupi putra semata wayangnya. Kurang lebih sudah 30 tahun ia menggantungkan hidup sebagai pedagang asongan.
Kulit keriputnya memang cukup menggambarkan betapa keras hidup yang harus dilalui wanita lansia ini.
Ia punya prinsip, pantang pulang kalau tak membawa pulang uang untuk sesuap nasi. Jadi wajar saja, meski kondisinya sudah tidak muda lagi, ia tetap gigih mengasong di bawah terik matahari maupun dinginnya hujan.
Di tengah pandemi Covid-19, nenek Saharima juga menyimpan kekhawatiran yang cukup besar, takut terjangkit.
Namun harus bagaimana lagi, ia terpaksa harus terus menjual untuk bisa menyambung hidup.
“Dulunya kasian lancar, dari pagi sampai malam kita jualan bisa laku Rp 500 ribu sehari, keuntungan sebulan itu bisa Rp 3-5 juta, karena bisa kita masuk jualan sampai didalam kapal bahkan kita tidur didalam pelabuhan kalau masuk kapal malam,” katanya.
Sekarang semua itu berubah 360 derajat, petugas melarang pedagang asongan berjualan bebas sampai di kapal demi memutus penyebaran virus.
“Ya, sekarang itu kita menjual sehari saja hanya bisa laku Rp 20-50 ribu, bahkan pernah saya bawa pulang hanya Rp 5 ribu saja,” kisahnya.
Dengan penghasilan yang tidak menentu itu, nenek Saharima hanya bisa membeli lauk sayur dan ikan seadanya. Belum lagi hasil jualan diputar kembali menjadi modal.
“Harus sabar betul dengan kondisi sekarang ini. Tidak ada uang. Kalau saya sudah makan siang, malam tidak lagi makan. Pernah kita tidak makan, bagaimana tidak ada uang, saya coba gadai sarung Butonku tapi tidak ada yang mau ambil, menderitaku kasihan saat itu,” kenangnya.
Nenek Saharima mengingat momen itu sampai ia meneteskan air mata.
“Saya tetap sabar. Sabar itu pasti akan ada balasan. Kalau nanti saya punya uang banyak. Pokoknya saya mau makan yang enak-enak,” ucapnya sambil mengusap kelopak matanya. (adm)