BAUBAU, Rubriksultra.com- Status lahan persiapan pembangunan Sarana Olah Raga (SOR) Baubau berpolemik. Komisi I DPRD Kota Baubau akhirnya memediasi pemerintah dengan masyarakat Kecamatan Lea-lea untuk menuntaskan masalah tersebut, di kantor DPRD Baubau, Rabu 3 Agustus 2022.
Ketua Komisi I DPRD Baubau, Muhammad Yumardin Haeruddin mengatakan, pada dasarnya masyarakat mendukung pembangunan SOR itu, hanya saja pemerintah melupakan status tanah tersebut.
Sementara Pemkot Baubau tidak tahu-menahu asal usul tanah tersebut. Pemkot juga tidak bisa menunjukan semua dokumen fakta dasarnya apakah tanah itu milik komunal sebelum dimiliki pemerintah, apakah tanah itu dihibahkan atau diperoleh dari proses jual beli.
“Sehingga kita tarik kesimpulan, pertama kita akan lakukan peninjauan lapangan pada Jumat 5 Agustus 2022 pukul 08.00 WITa sudah di lokasi untuk mengetahui tapal batas yang tersertifikasi sekitar 10 hektare itu. Setelah itu kita lakukan rapat gabungan komisi kemudian meminta pemerintah menyiapkan semua dokumen fakta dasar dan lain-lainnya,” Yumardin dikonfirmasi usai rapat.
Ketua Fraksi Bintang Perjuangan Pembangunan (BPP) di DPRD Kota Baubau inipun menyoroti kinerja pemerintah dalam urusan administrasi yang tidak sempurna.
“Mestinya sertifikat itu lahir ada dasarnya. Sertifikat itukan terbit 2008, nah pasti sertifikat itu terarsip di bagian aset ataupun bagian pertanahan. Tadi mereka tidak tahu-menahu karena kabag tapem sebelumnya juga tidak mau jelaskan terkait lahirnya sertifikat itu dasarnya apa,” ujarnya.
Kabag Hukum Sekretariat Daerah Kota Baubau Syafiuddin Kube mengaku pihak Pemkot sampai hari ini belum mengetahui tanah 10 hektare yang sudah bersertifikat sebagai hak pakai tersebut diperoleh karena jual beli, hibah atau warisan.
“Namun yang berkembang klarifikasi awal tadi ada salah satu atau beberapa masyarakat yang menghibahkan tanahnya. Nah, ini yang akan kita buktikan nanti saat tinjau lapangan nanti. Apakah benar lahan yang dihibahkan itu tanahnya atau bukan,” katanya.
Sementara itu, Harlin perwakilan pemuda Kelurahan Lowu-lowu Kecamatan Lea-lea menegaskan hingga hari ini belum ada konsensus antara masyarakat dengan pemerintah. Pihaknya menilai Pemerintah terkesan merampok karena lahan tersebut tanah adat yang tak bertuan.
“Kami menuntut tuntaskan lahan karena di sana itu tanah adat yang bukan milik siapa-siapa, masa mau dihibahkan tanpa kompromi. Persoalannya mereka (Pemerintah) mengambil sampai 20 hektare, 10 sudah bersertifikat sedangkan 10 hektar lainnya belum. Ini kesannya merampok tanah ulayat, semua itu harusnya dibicarakan dengan adat dan masyarakat, jangan begitu. Mari duduk bersama hadirkan siapa yang hibahkan atau jual lahan itu dan dia harus bertanggung jawab,” ujarnya.
Kendati demikian, kata dia, masyarakat sangat mendukung dibangunnya SOR di wilayah tersebut. (adm)
Laporan : Ady