KENDARI, Rubriksultra.com- Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, memaparkan produksi nikel di Sultra, utamanya mengenai prospek investasi untuk investor lokal dan asing pada seminar Internasional Indonesia International Nickel and Cobalt Industry Chain Summit 2023, di Jakarta, 31 Mei 2023.
Hadir dalam seminar itu antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Ham Republik Indonesia, Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Marsekal TNI (Purn.) Dr. Hadi Tjahjanto, Gubernur Maluku Utara, KH. Abdul Gani Kasuba, Gubernur Sulawesi Tengah, H. Rusdy Mastura, atau yang mewakili, para pembicara dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Ketua Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Komjen Pol Drs. Nanan Soekarna, Chief Executive Officer Shanghai Metals Market (SMM China), Adam Fan, General Manager of Investment and Development Department Lygend Resources and Technology Co, Ltd., Alan Ge, dan Perwakilan PT Vale Indonesia Tbk.
Sebelum menyampaikan paparannya, Gubernur Ali Mazi, berterima kasih kepada Asosiasi Penambang Nikel Indonesia dan Shanghai Metals Market (SMM China) yang telah mengundang untuk menjadi salah satu pembicara pada Seminar Internasional Indonesia International Nickel And Cobalt Industry Chain Summit 2023.
Dalam paparannya, Ali Mazi menjelaskan, Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam petambangan, utamanya nikel dan aspal yang sangat melimpah, yang meliputi sumber daya hipotetik bahan galian nikel sebesar lebih dari 97,4 milyar wet metrik ton, yang tersebar di Kabupaten Konawe Utara, Konawe, Konawe Selatan, Bombana, Kolaka, Kolaka Utara, Buton dan Kota Baubau. Sumber daya hipotetik bahan galian Aspal, sebesar lebih dari 3,85 milyar ton, yang tesebar di beberapa kabupaten di Pulau Buton.
Kedu Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral logam dan batubara, mineral bukan logam dan batuan Provinsi Sulawesi Tenggara (data per Desember 2020). Total IUP sebanyak 376 yang terdiri dari mineral logam dan batubara 262 IUP dan Mineral bukan logam dan batuan 114 IUP.
Target dan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor pertambangan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 sampai dengan tahun 2022. Adapun target dan realisasi PNBP sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara dalam kurun waktu 6 tahun terakhir (tahun 2017 – 2022) terus mengalami peningkatan.
Satu hal yang menggembirakan adalah realisasi dari target yang ditetapkan selalu mencapai di atas 100 persen, bahkan mencapai di atas 200 hingga lebih 300 persen, seperti pada tahun 2022 yang lalu, dimana target PNBP yang ditetapkan, sebesar 1,2 triliun rupiah, dan realisasinya, sebesar lebih dari 4,4 triliun rupiah.
Kemudian kebijakan hilirisasi nikel. Pasca berlakunya UU No. 3 Tahun 2020 pengganti UU No. 4 Tahun 2009, terdapat 3 Smelter Nikel yang berproduksi di Sulawesi Tenggara sebagai dampak kebijakan hilirisasi nikel. PT Antam, Tbk Dengan wilayah produksi Pomalaa (Kab. Kolaka), Jenis Produk Ferro Nickel dengan apasitas produksi 27.000 Metrik Ton per tahun.
Kedu PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dengan Wilayah Produksi Morosi (Kab. Konawe) dan Jenis Produk : Nickel Pig Iron (NPI) dengan kapasitas produksi 1 Juta Metrik Ton per tahun, dan ketiga PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dengan wilayah produksi Morosi (Kab. Konawe) dan Jenis Produk Nickel Pig Iron (NPI) dengan kapasitas produksi 2 sampai 3 Juta Metrik Ton per tahun.
Selanjutnya kontribusi hilirisasi nikel terhadap devisa ekspor Sulawesi Tenggara. Berdasarkan data Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Kendari, tercatat lima perusahaan besar di Sulawesi Tenggara yang mendominasi devisa ekspor yaitu OSS, VDNI, Aneka Tambang, Graha Makmur Cipta Pratama (makanan laut), dan Wijaya Karya Aspal.
PT Obsidian Stainless Steel (OSS) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) masih menjadi perusahaan yang dominan berkontribusi terhadap devisa negara dengan volume ekspor tertinggi.
Secara umum nilai ekspor Sulawesi Tenggara mulai Januari hingga 31 Agustus 2022 mengalami pertumbuhan yang positif dari target yang ditentukan, salah satunya disebabkan kegiatan ekspor Sulawesi Tenggara itu sudah dapat dilakukan dari Pelabuhan Kendari langsung dengan beberapa negara tujuan. Capaian ekspor dan impor pada Agustus 2022 mengalami peningkatan 35 persen dan untuk ekspor masih di dominasi dari sektor pertambangan.
Ali Mazi juga memaparkan mengenai peluang. Sebagai provinsi dengan sumber daya dan cadangan Nikel terbesar di Indonesia, tentunya ini menjadi peluang bagi Sulawesi Tenggara untuk lebih mendapatkan banyak manfaat dari kegiatan hilirisasi Nikel di wilayahnya, misalnya peningkatan PDRB, peningkatan dana bagi hasil PNBP sda pertambangan, peningkatan penerimaan dan retribusi daerah, penyerapan tenaga kerja, dan lain sebagainya.
Pada periode Januari hingga Oktober 2022, total ekspor nikel Sulawesi Tenggara mencapai US4,8 milliar, dengan total volume ekspor mencapai 2,2 juta ton (berdasarkan data BPS Sulawesi Tenggara). Nilai dan volume ini meningkat masing-masing 36 persen dan 24 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari total ekspor ini, sebanyak 99,53 persen atau US4,7 milliar berasal dari golongan besi dan baja, setara 71 triliun rupiah (nilai kurs Rp15.000), berupa Ferronickel (FENI), Nickel Pig Iron (NPI), dan baja tahan karat yang diproduksi oleh sejumlah pabrik peleburan (smelter) Nikel di wilayah ini. (sumber : Disperindag Prov. Sulawesi Tenggara).
Gubernur Sultra juga memaparkan mengenai tantangan yang dihadapi. Kata dia, sentimen dan situasi geopolitik dunia, kebijakan perdagangan internasional masing-masing negara penghasil, negara-negara importir nikel maupun negara-negara pengguna/calon pengguna kendaraan listrik.
Nilai ekspor yang tinggi sebagai dampak hilirisasi nikel ternyata belum berdampak banyak pada perekonomian daerah. Terlihat dari pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara yang berada di kisaran 5-6 persen, sedangkan daerah penghasil lain seperti Sulawesi Tengah dan Maluku Utara jauh di atas angka tersebut. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah berada di angka 11 persen, sementara Maluku Utara bahkan di angka 24 persen sepanjang 2022.
Selain dana bagi hasil PNBP SDA Pertambangan, penerimaan pajak juga tidak tinggi akibat belum optimalnya penerimaan pajak di kawasan pertambangan. Akibatnya, nilai tambah sektor pertambangan tidak begitu terasa meski ekspor terus melejit. Hal ini dapat terjadi pada hilirisasi tahap awal dan dapat menjadi stagnan apabila hilirisasi tidak ditingkatkan ke tahap selanjutnya.
Upaya peningkatan sektor di luar pertambangan karena struktur yang timpang, berbahaya bagi ekonomi daerah. Saat sektor pertambangan mandek, maka sektor-sektor lain akan ikut tertahan yang membuat masyarakat merasakan dampak buruknya. Padahal, sektor pertanian dan kelautan adalah dua sektor utama yang menopang perekonomian daerah selama ini.
Kemudian, politis Nasdem ini juga menjelaskan mengenai rekomendasi. Idealnya, kata dia, hilirisasi industri nikel di dalam negeri bisa dilakukan guna melengkapi pohon industri, bila perlu sampai produk akhir. Dalam kasus Nikel, hilirisasi dimulai dari pengolahan dengan smelter atau leaching plant menghasilkan produk antara, lalu dimurnikan (diolah lebih lanjut) menghasilkan produk setengah jadi. Selanjutnya diolah menjadi bahan baku produk akhir siap pakai.
Integrasi terjadi dari hulu hingga hilir, seperti dilakukan di negara industri maju. Hilirisasi yang terintegrasi akan berdampak sangat signifikan terhadap penciptaan nilai tambah, peningkatan pendapatan domestik, pengembangan teknologi, rantai pasok yang berkeseinambungan, dan yang paling penting bisa meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Hilirisasi dari hulu hingga hilir memerlukan sinergi dan kesepahaman dari seluruh pemangku kepentingan. Teknologi, kreasi, kewirausahaan, sekaligus investasi dari sisi investor, dipadu penataan regulasi dari pemerintah dan makin ideal jika melibatkan institusi Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian.
“Demikian terkait produksi Nikel di Sulawesi Tenggara prospek investasi untuk investor lokal dan asing, pada kesempatan seminar ini. Diharapkan dapat memberi gambaran bagi kita semua bahwa sulawesi tenggara adalah ladang investasi untuk masa depan indonesia maju,” ujar Gubernur Ali Mazi.
Pada kesempatan itu, dari panjangnya materi yang disampaikan, dapat diambil tiga point penting pengembangan materi, antara lain kesamaan persepsi tentang hilirisasi (pengelolaan bahan mentah, menjadi bahan/barang setengah jadi) lalu menjadi barang jadi siap pakai, kemudian perlu revisi regulasi tentang pertambangan yang berpihak kepada daerah dan terkhir peruntukan CSR untuk medukasi masyarakat guna menghindari terjadinya alih profesi dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi ketimpangan pengembangan sektor lainnya seperti sektor pertanian dan perikanan dalam penopang pertumbuhan ekonomi. (Adv)