BATAUGA, Rubriksultra.com – Taman Maja Pahit menjadi salah satu lokasi wisata andalan Kabupaten Buton Selatan. Sebagai mitra Pemkab Buton Selatan, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gajah Mada memiliki peran besar yang menjadi penggerak
dalam mewujudkan pengembangan pariwisata yang letaknya di wilayah Kelurahan Majapahit.
Secara geografis, Kelurahan Majapahit merupakan sebuah perkampungan di wilayah pesisir pantai Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan. Sebelah utara Kelurahan Majapahit berbatasan dengan Kelurahan Masiri, dan sebelah selatan berabatasan langsung dengan Desa Lampanaeri.
Kelurahan Majapahit memiliki luas wilayah sekitar 800.27 hektar yang terdiri atas atas lima lingkungan, yaitu lingkungan Sumur Lama, Majapahit, Bonelalo, Sauwolo dan Lakulepa.
Di Kelurahan majapahit memiliki beberapa potensi pariwisata. Diantanya situs sejarah makam Mahapati Gaja Mada, Taman Majapahit dan Benteng Loko Posuncu. Wisata Makam Mahapati Gajah Mada terletak di sebelah timur lingkungan Lakulepa tepatnya di puncak gunung ombo dengan jarak sekitar 2 km dari perkampungan.
Untuk sampai di makam tersebut, telah terbangun akses jalam menuju menuju makam yang hampir setengahnya telah diaspal dan separuhnya lagi jalan pengerasan. Di lingkungan makam juga telah dibangun ifrastruktur berupa gazebo, taman dan patung Maha Pati Gajah Mada sebagai pelengkap keindahannya.
Di Kelurahan Majapahit juga memiliki lokasi wisata berupa Taman Majapahit yang terletak tepat di lingkungan Sumur Lama pintu masuk perkampungan Kelurahan. Di taman Majapahit tersedia Kedai Kopi sebagai bentuk pengembangan UMKM yang dimotiri para pemuda dan pemudi yang merupakan pengurus Pokdarwis.
“Program kerja Pokdarwis Gajah Mada diantaranya menjaga situs sejarah Makam Gajah Mada dan ketertiban umum Taman Majapahit,” ungkap Ketua Pokdarwis Gajah Madi, La Ode Ardian.
Sebagai upaya Pokdarwis dalam mengembangkan wisata religi Makam Mahapati Gajah Mada, pengurus Pokdarwis bersama masyarakat secara rutin melakukan kegiatan pembersihan di area makam.
Nilai-nilai etika yang tertanam dalam masyarakat Majapahit tentang adat istiadat kebutonan sangat dijunjung tinggi oleh para leluhur sampai pada generasi di zaman modern sekarang ini. Misalnya, tradisi yang hampir setiap tahun dirayakan yaitu acara Ritual Adat “Pelumeano We’e” yang diartikan pembersihan mata air.
Tari-tarian tradisional seperti Bose-bose dan atraksi Manca juga masih ada dan sering diperagakkan pada saat pesta kampung atau untuk menyambut tamu terhormat yang datang dari luar daerah.
“Budaya yang berlaku di perkampungan Majapahit mengandung makna filosofis yang mendalam tentang bagaimana harusnya manusia menjalani hidup dan kehidupan di muka bumi,” jelas Ardian.
Pokdarwis menjalin hubungan kemitraan dengan pemerintah daerah terkait pengembangan dan pontesi wisata Kelurahan Majapahit. Kendatipun, diakui tempat wisata ini belum berkembang signifikan.
Minimnya sumber daya menjadi salah satu penyebabnya. Namun, Pokdarwis Gajah Mada tidak pantang menyerah untuk terus belajar dan mencari pola untuk mengembangkan wisata Makam Mahapati Gajah Mada agar dapat menjadi wisata unggulan.
“Menjalin hubungan kemitraan dengan pemerintah sangat penting dalam upaya pengembangan pontesi wisata Kelurahan Majapahit. Pokdarwis juga giat mempromosikan Makam Mahapati Gajah Mada sebagai wisata religi sekaligus sebagai wisata sejarah,” tambahnya.
Kelurahan Majapahit menawarkan Wisata sejarah dan pemandangan yang memukau. Sebagai pelengkap, taman Majapahit menjadi lokasi persinggahan wisatawan yang mimiliki keindahan pantai yang cukup menarik.
Begitupula dengan lokasi area Makam Gajah Mada yang tepat terletak di puncak gunung Ombo Kelurahan Majapahit juga memiki panorama alam yang indah. Wisatawan yang berkunjung akan terbawa pada suasana kebesaran peradaban negeri ini di masa lampau. (adm)