LABUNGKARI, Rubriksultra.com – Polemik terkait status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu di Kabupaten Buton Tengah (Buteng) kembali mencuat. Bupati Buton Tengah, Dr. H. Azhari, angkat bicara banyaknya tenaga honorer yang dinilai masih menimbulkan kerancuan.
Menurut Azhari, tenaga honorer yang sah seharusnya merupakan pegawai yang diangkat oleh pemerintah daerah melalui Surat Keputusan (SK) bupati serta dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Kalau kita lihat aturan, pegawai honor itu adalah pegawai yang kerja di pemerintah daerah, diangkat melalui SK bupati, dan honornya dibayar oleh APBD. Itu yang jelas,” tegas Azhari.
Namun di lapangan, lanjutnya, masih terdapat pegawai yang diangkat langsung oleh instansinya, seperti guru dengan SK kepala sekolah atau tenaga kesehatan dengan SK kepala puskesmas maupun kepala dinas.
Kondisi tersebut, menurutnya, menimbulkan tanda tanya mengenai status kepegawaian mereka.
“Kalau pegawai yang diangkat oleh instansinya sendiri, itu mereka termasuk kategori apa? Karena validasinya tetap masuk ke pemda, tapi diangkat bukan oleh bupati. Kalau bukan SK bupati, seharusnya BKN sudah menolak. Tidak boleh begitu, karena akan susah dikontrol sejak kapan dia diangkat, siapa yang mengangkat, dan standar pengangkatannya apa,” ujarnya.
Bupati menambahkan, persoalan ini bukan sekadar soal administratif, melainkan menyangkut transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
Menurutnya, jika gaji honorer bersumber dari APBD, maka pengangkatan harus sah melalui SK bupati.
“APBD itu pengajiannya harus melalui SK bupati. Kalau tidak, akan sulit dipertanggungjawabkan. Tapi kalau mereka menganggap itu boleh, yah silakan saja. Tidak masalah, kita terima dengan senang hati,” tutupnya. (adm)