LABUNGKARI, Rubriksultra.com- Beberapa waktu terakhir ramai pemberitaan mengenai dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait pekerjaan proyek penataan jalan menuju simpang lima Labungkari. Pemerintah Kabupaten Buton Tengah (Buteng) melalui dinas teknis pun angkat bicara soal itu.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang dan Perumahan Rakyat (PUTRPR) Kabupaten Buteng, Hasban Mukmin secara gamblang menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Pertama, kata dia, soal penataan kawasan simpang lima yang ramai diberitakan terealisasi hanya empat simpangan.
Asumsi ini hanyalah sebuah kesalahpahaman dalam memaknai kawasan simpang lima itu. Oleh Pemkab Buteng, kawasan tersebut sudah diberi nama “Simpang Lima Labungkari” sesuai perencanaan pembangunan kawasan itu kedepan.
“Artinya begini, kawasan tersebut belum final karena kedepannya akan menjadi simpang lima. Tapi sedari awal kawasan itu memang sudah kita beri nama simpang lima Labungkari sebab pada hasil akhirnya nanti akan ada lima ruas jalan disana,” kata Hasban Mukmin ditemui dikantornya, Kamis 29 Agustus 2019.
Kata dia, saat ini tengah ada pekerjaan pembukaan jalan baru yang menuju daerah perkantoran di kawasan tersebut. Jalan inilah nantinya yang akan terhubung dengan kawasan simpang lima itu.
“Bila ini sudah terhubung maka kawasan simpang lima yang dimaksud akan terlihat sesuai perencanaan pembangunan yang sudah kita rancang sebelumnya,” katanya.
Kedua, lanjut pria yang akrab disapa Ambang ini, terkait besaran anggaran penataan. Ia menjelaskan, anggaran penataan ditetapkan sebesar Rp 6,8 miliar melalui APBD Perubahan 2018 yang diparipurnakan dalam sidang DPRD Kabupaten Buteng tertanggal 29 September 2018.
Sebelumnya, urai Ambang, anggaran penataan kawasan tersebut diusulkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) sebesar Rp 7,5 miliar tertanggal 29 Agustus 2018. Namun dalam pembahasan ditingkat DPRD Buteng, terjadi sinkronisasi anggaran sehingga akhirnya disepakati sebesar Rp 6,8 miliar.
“Itulah yang dilelang,” katanya.
Ia pun sedikit heran dengan isu yang berkembang dilapangan bahwa penataan kawasan tersebut ditetapkan sebesar Rp 4 miliar. Hal ini pun menjadi perbincangan karena terdapat selisih Rp 2,8 miliar yang diduga terdapat campur tangan elit pejabat di Buton Tengah.
“Saya tegaskan, kami dari dinas PU tidak pernah mengusul Rp 4 miliar. Malah yang ada di RKA itu Rp 7,5 miliar, disinkronisasi dan ditetapkan menjadi Rp 6,8 miliar melalui sidang paripurna DPRD Buteng,” katanya.
Berikutnya soal indikasi mark up (Penggelembungan harga) pada pekerjaan katingan kawasan simpang lima. Ia menjelaskan, pekerjaan katingan di Labungkari bersifat cut and fill (Gali timbun).
“Artinya hasil katingan yang merupakan batu cadas itu tidak dihitung, tidak dinilai. Jadi tidak ada indikasi mark up didalam situ,” katanya.
Kata dia, yang dihitung hanya timbunan atau tanah urug. Sebab tanah ini didatangkan dari luar lokasi.
Terakhir soal dugaan pengrusakan aset jalan provinsi yang terkena imbas penataan kawasan. Hasban Mukmin menjelaskan, sebelum melakukan kegiatan, pihaknya terlebih dahulu telah berkonsultasi dan meminta izin untuk menata kawasan tersebut yang sebagian terkena jalan provinsi.
“Kalau bilang merusak saya kira tidak, karena kondisi awal dengan sekarang itu sudah jauh berbeda, sudah jauh lebih baik. Apalagi khan, kita juga sudah berkoordinasi sebelumnya ke Pemerintah Provinsi Sultra sebelum melakukan kegiatan,” katanya.
Hal ini pun dikuatkan dengan tidak adanya catatan atau temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Sultra atas pekerjaan tersebut. Tim BPK juga telah turun langsung kelapangan untuk memeriksa secara langsung.
“Jadi setelah selesai tahap penataan itu, tim pemeriksa baik dari Ispektorat maupun BPK sudah turun memeriksa ke lapangan langsung. Alhamdulillah tidak ada catatan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang lalu,” katanya. (adm)
Penulis: Sukri Arianto