BAUBAU, Rubriksultra.com – Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Baubau bakal memblokir rekening wajib pajak yang dinilai tidak memiliki itikad baik untuk melunasi utang pajak. Pemblokiran rekening wajib pajak menjadi salah satu program Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Baubau, Waskito Eko Nugroho menjelaskan, pemblokiran rekening menjadi salah satu upaya prioritas bagi penunggak wajib pajak. Ketentuan itu berlaku diseluruh direktorat pajak yang ada di Kementerian Keuangan.
“Jadi bukan hanya KPP Baubau aja ya, tapi seluruh direktorat pajak yang ada di Kementerian Keuangan,” kata Waskito kepada Rubriksultra.com di kantornya, Senin 23 Desember 2019.
Meski begitu, pemblokiran rekening wajib pajak tidak serta merta dilakukan. Melainkan terdapat kriteria, utamanya wajib pajak yang memiliki utang pajak.
Pemblokiran rekening bagi penunggak pajak diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000.
Bunyi pasal itu yakni “Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.”
Terhadap utang wajib pajak yang tidak memiliki niatan baik, lanjut Waskito, bisa dilakukan penyitaan aset. Sita aset bermacam-macam, bisa berupa penyitaan rumah, kendaraan maupun blokir rekening.
Terdapat beberapa tahapan sebelum blokir rekening wajib pajak dilakukan. Langkah pertama yakni pendekatan secara persuasif.
“Begitu wajib pajak ditetapkan utang pajaknya, maka kita kasih waktu satu bulan untuk melunasi. Bila tidak melunasi maka kita lakukan surat teguran kepada wajib pajak dengan mencantumkan nominal utang,” katanya.
Atas surat teguran ini, pihaknya memberi jangka waktu selama 14 hari. Begitu lewat 14 hari tapi wajib pajak tidak melunasi juga, maka tahapan selanjutnya diterbitkan surat paksa dengan jangka 21 hari sejak jatuh tempo.
Begitu semua tahapan ini sudah dijalani maka akan diterbitkan surat perintah melakukan penyitaan (SPMP). Penyitaan tergantung objek, bisa berupa aset barang bergerak maupun tidak, termasuk blokir rekening itu.
“Jadi tindakan blokir itu tidak tiba-tiba. Ada tahapan panjang, sejak awal kita kasih waktu untuk melunasi satu bulan, teguran sampai surat paksa. Kalau ditotal minimal ada tiga bulan bulan yang diberikan,” katanya.
Waskito menambahkan, sebenarnya terdapat opsi dalam jangka waktu tiga bulan tersebut agar tidak dilakukan pemblokiran. Opsi itu apabila Wajib pajak bersedia untuk menyatakan mengangsur utang dengan waktu tertentu.
“Apabila wajib pajak datang ke kami setelah ada surat teguran, dan menyatakan tidak sanggup membayar karena dirasa berat maka bisa diangsur. Kita akan berikan waktu dan pemblokiran tidak akan kita lakukan,” katanya.
Agar rekening wajib pajak bisa diaktifkan kembali maka utang pajak harus dibayar lunas tanpa bisa diangsur. Hal itu sudah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2000.
Setelah rekening diblokir, maka pihaknya akan menyurat ke wajib pajak untuk pemberitahuan saldo bahwa rekening yang bersangkutan telah dilakukan penyitaan. Wajib pajak harus menyampaikan saldo rekening ke pihaknya selama 14 hari.
Bila dalam tenggat waktu tersebut tidak dilunasi juga, maka akan dilakukan tahap pemindahbukuan dari saldo wajib pajak ke kas negara.
Pemindahbukuan saldo sebesar utang wajib pajak. Setelah dipindahbukukan maka rekening akan diaktifkan kembali pada hari yang sama saat pemindahbukuan.
“Utang pajaknya berapa, itu yang kami pindahbukukan. Bank juga akan menolak jika kami pindahbukukan melebihi utang pajak karena mereka juga ada aturan UU perbankan. Jadi apabila ada warga yang rekeningnya diblokir maka ditanya dulu apakah sudah melunasi pajak atau belum,” sambungnya. (adm)