Oleh : Rais Jaya Rachman
Di Indonesia, ada sebuah pulau yang terkenal memiliki kekayaan alam berupa aspal alam yang bisa digunakan sebagai bahan perkerasan (flexible) untuk jalan raya, yaitu di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Pemerintah Indonesia pernah melirik potensi alam yang dianugerahkan kepada negeri Khalifatul Khamis itu disekitar tahun 1970an. Pembangunan jalan Cimahi-Padalarang sepanjang 3 kilometer dan penelitian kelayakan aspal buton untuk ruas jalan Jakarta-Cirebon, sejauh 240 km merupakan rekam sejarah pemanfaatan aspal buton yang pernah jaya dimasanya.
Tahun 80-an, Bina Marga mulai memanfaatkan aspal buton untuk diterapkan pada berbagai tipe konstruksi, namun hasilnya masih kurang memuaskan. Pasa masa-masa itu, aspal dari Pulau Buton mulai ditinggalkan.
Pada awal Mei 2019 lalu, pemerintah pusat kembali melirik potensi aspal Buton. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia akan mulai menggunakan aspal yang dihasilkan Buton sebagai salah satu upaya menghemat impor.
Komitmen ini tentu menjadi angin segar dalam mendorong iklim investasi di daerah khususnya Sultra sebagai satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki cadangan aspal terbesar di dunia, mengalahkan Danau Pitch di Trinidad, Oil Sand di Canada, Perancis serta Mesir.
Dalam beberapa referensi, cadangan aspal buton ditaksir bisa memenuhi kebutuhan aspal nasional hingga 200 tahun kedepan. Disisi lain, potensi aspal yang dimiliki Buton, sebenarnya dapat menekan nilai impor dalam negeri terhadap aspal minyak yang mencapai 700 juta dolar AS per tahun. Tentunya, nilai yang fantastik jika saja pemerintah lebih mendorong pemanfaatan aspal Buton secara nasional.
Aspal Buton Harus Memenuhi Standar Kelayakan
Potensi aspal buton tidak serta merta digunakan. Tentunya meski melalui produksi pematangan. Dalam produksi tersebut agar pemanfaaatan aspal buton dapat dipergunakan baik skala regional maupun nasional, maka harus memenuhi standar kelayakan.
Makanya penting mendorong pemanfaatan aspal Buton yang memiliki standar kelayakan. Mengingat aspal buton pemanfaatannya melalui proses mix (pencampuran) maka perlu dilakukan tahap pengujian oleh lembaga kompoten.
Produsen dan para pengusaha aspal yang tersebar di Jazirah Buton tentunya harus lebih memperhatikan Standar Kelayakan yang ditetapkan lembaga kompoten untuk menjaga kualitas aspal buton tersebut.
Hal ini tentu menjadi tantangan bukan saja bagi para pemilik Aspal Mixing Plant (AMP). Pemerintah ditingkat provinsi sampai kabupaten/kota juga tak boleh mengabaikan fungsinya sebagai fasilitator dan operator yang patut cemas dengan volume pemakaian aspal Buton yang masih kalah jauh dengan aspal minyak.
Padahal dalam segi kualitas aspal buton sebenarnya tak kalah lebih dari dari aspal minyak. Terbukti beberapa pembangunan jalan di beberapa daerah, salah satunya di Kabupaten Buton telah memanfaatkan aspal buton ketimbang aspal minyak. Apalagi sudah ada teknologi yang dapat mengekstraksi batuan aspal Buton secara ekonomis, sehingga harganya akan dapat bersaing dengan harga aspal minyak impor.
Genjot Dukungan Regulasi Atas Standar Kelayakan Aspal Buton
Jika hanya penggunaan aspal buton tanpa uji kelayakan maka aspal buton menjadi tidak memberi dampak ekonomi yang lebih. Mengingat bahan aspal buton juga pada akhirnya dilakukan proses mix di tempat lain.
Sementara fakta di lapangan sebenarnya tidak sedikit perusahaan yang melakukan investasi terhadap pemanfaatan aspal buton melalui AMP. Hal ini perlu didukung melalui regulasi yang dimulai dari Sulawesi Tenggara sendiri sebagai pemilik potensi alam tersebut.
Uji kelayakan penting dalam pengembangan bidang usaha. Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan dunia usaha, menuntut perlu adanya penilaian tentang seberapa besar kesempatan tersebut dapat memberikan manfaat.
Begitu juga dengan pemanfaatan aspal buton. Tentunya dengan regulasi yang menetapkan uji standar kelayakan akan memberi tingkat kepercayaan besar terhadap pemanfaatan aspal buton baik secara regional maupun ditingkat nasional.
Hal ini penting untuk memberikan jaminan bahwa proyek atau usaha yang menggunakan pemanfaatan aspal Buton ternyata juga menguntungkan. Hal inilah tujuan dilakukannya uji standar kelayakan guna menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan usaha.
Tentu saja uji kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah yang sangat besar. (***)
Tentang Penulis : Masyarakat dan Pemerhati Aspal Buton