Oleh: Asriah Septiawati Jabani
Pahlawan dimaknai sebagai mereka yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Bagi saya, pahlawan itu sangat cocok disematkan untuk teman-teman sejawat kami yang berjuang turun langsung menjadi garda terdepan dalam menangani pasien virus corona.
Menjadi garda terdepan dalam menangani pasien virus corona merupakan suatu pekerjaan yang sangat tidak mudah dan bahkan dikatakan sangat ekstrem. Rasa takut, cemas, dan khawatir tertular virus berbahaya ini selalu tersemat di benak para tenaga medis dan paramedis.
Namun, demi kesehatan dan sembuhnnya masyarakat, banyak tenaga medis mendedikasikan dirinya untuk bekerja siang dan malam menangani pasien Covid-19. Banyak dari mereka terpapar Virus Covid-19 dan bahkan mereka telah gugur di medan “Perang” melawan virus ini.
Kabar duka datang dari garda terdepan penanganan penyebaran virus corona (COVID-19). Dikutip dari health.grid.id melalui akun Instagram Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Indonesia (PPNI).
Berdasarkan informasi yang dibagikan, perawat tersebut bernama Ninuk Dwi Pusponingsih bertugas di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Perawat tersebut diketahui merupakan perawat atau petugas kesehatan pertama yang gugur dalam menangani pasien Covid-19.
“Telah Gugur sejawat Perawat Alm. Ninuk Dwi Pusponingsih sebagai pahlawan kemanusiaan dala mpenanganan bencana Covid-19. Semoga perjuangannya menjadikan Amal Ibadahnya, keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran, bagi profesi selalu dikenang dan menjadi simbol pengabdian tiada henti, Aamiin,” posting admin @dpp_ppni, seperti dalam posting instagram PPNI.
Dunia kesehatan kembali berduka atas bertambahnya korban Covid-19 dari kalangan medis. Dokter-dokter terbaik itu telah gugur dan tunai sudah janji bakti.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengumumkan tujuh dokter yang bertugas menangani wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia meninggal dunia seperti dikutip dari Kompas.com dilansir dari akun resmi instagram PB IDI @ikatandokterindonesia.
Berikut nama-nama dokter yang diduga meninggal dunia akibat terpapar virus Covid-19 yakni,: Anggota IDI cabang Jakarta Selatan, dokter Hadio Ali Sps, Anggota IDI cabang kota Bogor, dokter Djoko Judodjoko SpB, Anggota IDI cabang Jakarta Timur,dokter Laurentius PSpKj, Anggota IDI cabang kota Bekasi, dokter AdiMirsa Putra SpTHT, Anggota IDI cabang kota Medan, Dokter Ucok Martin SpP, Anggota IDI cabang Jakarta Timur, Prof. Dr.dr. Bambang Sutrisna, MHSc.
Adapun Anggota IDI cabang kota Bandung, dokter Toni Daniel Silitonga bukan meninggal akibat Covid-19 namun meninggal dikarenakan kelelahan dan serangan jantung setelah mempersiapakan fasilitas kesehatan agar selalu sigap dalam menghadapi ancaman Covid-19.
Dikutip dari CNN.Indonesia.com, Sekretaris Jenderal IDI, Adib Khumaidi, belum bisa memastikan semua dokter yang meninggal tersebut karena positif terinfeksi penyakit Covid-19 akibat virus corona. Namun, dia memastikan beberapa di antaranya memang dinyatakan positif melalui hasil pemeriksaan swab di laboratorium.
“Dikonfirmasi memang dari gejala dan kliniknya memang dia terduga PDP (Pasien Dalam Pengawasan) daripada Covid-19, “Kata Adib. Salah satu yang menjadi penyebab kematian enam dokter IDI tersebut adalah diduga karena jumlah Alat Pelindung Diri (APD) yang minim karena stok yang mulai menipis dengan banyaknya pasien Covid-19 yang ditangani.
Diketahui sejumlah rumah sakit sudah mengalokasikan dana untuk menyediakan fasilitas medis tersebut namun pengadaannya yang berkurang dan bahkan sampai tidak ada akibat ulah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dengan cara menimbun APD dan kebutuhan medis lainnya dengan memasang harga yang sangat tidak manusiawi.
Seharusnya oknum-oknum tersebut dicari dan dikenakan sanksi yang tegas akibat mengambil keuntungan diatas penderitaan orang lain. Padahal APD sangat penting bagi tenaga kesehatan khususnya dokter, perawat dan tenaga medis lainnya yang bertugas di ruang isolasi pasien Covid-19.
APD berupa jas hazmat atau biasa disebut “Baju Astronout” , masker, sarung tangan dan penutup kepala yang harus diganti dengan yang baru setiap keluar dari ruang isolasi pasien Covid-19. Kendati demikian, ada beberapa alat-alat yang dapat digunakan kembali seperti sepatu dan kacamata, namun APD tersebut harus dibersihkan sesuai dengan prosedur kesehatan oleh WHO.
Dikutip dari kumparan.com seperti yang dirasakaan dr. Firmasnyah Muhammad, Spesialis Ortopaedi dan Traumatologi mengaku, APD di rumah sakit tidak memadai dan ingin membeli jas hujan sekali pakai untuk melindungi diri dari pasien di saat praktiknya.
Belum ada penelitian yang menyebutkan apakah jas hujan efektif digunakan sebagai APD darurat dan memenuhi standar kesehatan dari WHO. Kondisi krisis APD ini sangat mengkhawatirkan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di ruang isolasi pasien Covid-19 dan dapat menambah daftar risiko tenaga kesehatan yang dapat terpapar Covid-19. (***)
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari.