BATAUGA, Rubriksultra.com – Sidang lanjutan praperadilan SP3 kasus dugaan Ijazah palsu Bupati Buton Selatan, La Ode Arusani, kembali digelar di Pengadilan Negeri Pasarwajo, Jumat 17 Juli 2020.
Sidang yang dipimpin majelis hakim tunggal, Tulus Hasidungan Pardosi SH ini beragendakan pembacaan Replik Pemohon dan Duplik Termohon.
Dalam sidang tersebut turut hadir kuasa hukum pemohon masing-masing Dian Farizka SH dan Apriluddin SH. Sementara dari kubu termohon diwakili kuasa hukum, Imam Ridho Angga Yuwono SH dan biro hukum Polda Sultra, Iptu Hasbul Jaya dan Iptu Mulyadi.
Dalam sidang replik, di hadapan majelis hakim, kuasa hukum pemohon mengaku menolak dengan tegas terhadap jawaban pihak Polda Sultra yang menyampaikan permohonan praperadilan tidak memenuhi syarat formil. Salah satunya pada persoalan tuduhan eror inpersona atau salah sasaran.
Dijelaskan, tuduhan salah sasaran yang disampaikan oleh termohon itu dianggap tidak berdasar. Menurut kuasa hukum pemohon, meski produk SP3 itu dikeluarkan atas nama Direktorat Reskrimum Polda Sultra namun sudah menjadi kewajiban bahwa Kapolda harus bertanggung jawab atas akibat hukum dari SP3 itu. Hal ini mengingat Direktorat Reskrimum Polda Sultra itu merupakan tim pelaksana dibawah naungan Polda Sultra itu sendiri.
“Ini termuat dalam pasal 1 angka 19 per kapolri nomor 14 tahun 2018 tentang susunan organisasi dan tata kerja Kapolda, yang menyebutkan direskrimum adalah unsur pelaksana tugas pokok dalam bidang reserse kriminal umum pada tingkat Polda yang berada dibawah tingkat Kapolda,” ungkap salah satu Kuasa Hukum Pemohon, Apriluddin SH.
Dari dasar aturan itulah, lanjut dia, maka Kapolda sudah sepantasnya bertanggung jawab atas produk hukum SP3 yang dikeluarkan Direskrimumnya. Sehingga tidak salah jika dalam amar gugatan pemohon, Kapolda Sultra menjadi termohon.
Selain itu, soal tuduhan Kompetensi relatif yang tidak tepat, menurutnya itu keliru. Termohon yang menjelaskan bahwa Pengadilan Pasarwajo tidak berhak menggelar sidang SP3 Polda Sultra ini dengan alasan kedudukan tidak tepat, itu keliru. Meski Markas Polda Sultra berada di Kota Kendari namun Pasarwajo juga merupakan wilayah hukum Polda Sultra.
“Untuk legal standing, kami telah menegaskan semua pemohon kami telah kantongi surat kuasanya namun ada beberapa nama yang menarik diri. Itu semua kami punya bukti, dan yang menarik diri itu kami juga sudah kantongi surat pencabutan kuasanya,” jelasnya.
Sementara itu, dalam duplik termohon, Kuasa Hukum Polda Sultra, Imam Ridho Angga Yuwono SH menjelaskan, pihaknya menolak dengan tegas dalil-dalil replik para pemohon.
Pada persoalan eror in persona dijelaskan, bahwa pertanggungjawaban proses penyidikan tidaklah sama dengan pertanggungjawaban secara administratif. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 9 perkapolri nomor 14 tahun 2018.
“Di aturan itu dijelaskan secara gamblang. Olehnya itu, maka sudah menjadi kewajiban pertanggung jawaban penyidikan dalam menerbitkan surat SP3 Polda Sultra itu menjadi tanggung jawab sendiri Direktorat Reskrimum Polda Sultra, ” tegasnya.
Selain itu soal kompetensi relatif, lanjut Angga, para pemohon salah memaknai esepsi para termohon dalam Polda Sultra. Benar yang dipermasalahkan para pemohon adalah SP3, namun para pemohon perlu membaca seksama isi dari SP3 tersebut.
Dimana disitu dijelaskan bahwa penyidikan yang dilakukan Direskrimum Polda Sultra adalah tindakan pidana penggunaan surat palsu sebagaimana yang diatur dalam pasal 264 ayat (2) KUHP subsider pasal 263 ayat (2) KUHP dan Pasal 69 ayat (2) UU nomor 20 tahun 2003.
“Dalil-dalil permohonan para pemohon dalam perkara praperadilan ini berkenan dengan pembuktian tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud pasal 263 ayat (1) KUHP, bukan tentang penggunaannya, sehingga dalil-dalil permohonan tersebut lebih tepat diajukan untuk menyanggah SP3 Polres Mimika. Maka dari itu maka yang lebih tepat mengadili perkara ini adalah Pengadilan Mimika,” jelasnya.
“Sementara untuk persoalan legal standing, yang kami maksud adalah ada beberapa nama pemohon yang dicatut sebagai pemberi kuasa kepada kuasa hukumnya ternyata faktanya tidak memberikan kuasanya. Dan nama-nama itu diluar dari nama-nama yang diberikan para pemohon kepada Hakim pemeriksa dan memutuskan perkara sebagai bukti,” tandas Angga.
Usai mendengarkan replik dan duplik para pihak, Majelis Hakim kemudian menunda sidang dan dilanjutkan pada Senin, 20 Juli 2020 dengan agenda pembuktian dari pemohon. (adm)