PASARWAJO, Rubriksultra.com- Sidang praperadilan SP3 perkara dugaan penggunaan ijazah palsu Bupati Buton Selatan, H. La Ode Arusani kembali bergulir di Pengadilan Negeri Pasarwajo. Sidang kelima yang dipimpin hakim tunggal, Tulus Hasidungan Pardosi SH ini dilanjutkan dengan agenda pembuktian pihak termohon yang dimulai pukul 13.45 Wita, Selasa 21 Juli 2020.
Sidang kelima ini dihadiri kuasa hukum pemohon masing-masing Dian Farizka SH, Apriluddin SH dan Taufan SH. Sementara dari kubu termohon diwakili kuasa hukum, Imam Ridho Angga Yuwono, SH dan Biro Hukum Polda Sultra, Iptu Hasbul Jaya dan Iptu Mulyadi.
Dalam sidang, termohon membeberkan bukti berupa surat dan pemeriksaan saksi. Saksi yang dihadirkan sebanyak empat orang, masing-masing dua warga Busel, satu dari Polda Sultra dan seorang lainnya tenaga ahli.
Dua saksi dari warga Busel itu masing-masing warga Kecamatan Batauga, Iksan dan Warga Sampolawa, La Harimu. Keduanya dimintai keterangan terhadap dugaan pencatutan namanya sebagai salah satu pihak pemohon gugatan praperadilan SP3 Polda Sultra terkait dugaan ijazah palsu Bupati Busel.
Dihadapan Majelis Hakim, kedua saksi mengaku tidak pernah memberikan kuasanya kepada kuasa hukum pemohon untuk menggugat Polda Sultra terkait pemberhentian penyidikan dugaan penggunaan ijazah palsu Bupati Busel.
“Saya juga tidak pernah lihat itu surat kuasa untuk menggugat SP3 itu, apalagi tanda tangan. Nanti terakhir baru saya dengar bahwa saya dimasukkan sebagai salah satu penggugat,” ungkap kedua saksi saat ditanyai satu persatu oleh kuasa hukum Polda Sultra.
Saksi Iksan mengaku hanya pernah satu kali menandatangani surat terkait polemik ijazah palsu Bupati Busel. Itupun surat dukungan terkait pembentukan Pansus Hak Angket DPRD Busel terkait pengusutan dugaan penggunaan ijazah palsu, bukan pada surat pemberian kuasa terhadap gugatan praperadilan terhadap Polda Sultra.
“Saya kan sebagai demonstran itu hari mendukung adanya pembentukan Pansus Hak Angket DPRD Buton Selatan terkait penyelidikan penggunaan ijazah palsu Bupati. Tapi ini berbeda konteksnya, bukan pada memberikan kuasa untuk menggugat Polda Sultra,” tambahnya.
Saksi La Harimu juga mengaku sama sekali tidak mengetahui soal upaya praperadilan terkait SP3 Kasus dugaan penggunaan ijazah lalsu Bupati Busel. Dirinya mengaku hanya sebatas dimintai identitasnya oleh pamannya.
“Jadi memang KTP saya pernah diminta sama paman saya. Saya tanya untuk apa, tapi dijawab tenang saja, aman katanya. Nanti beberapa hari lalu baru saya tau ternyata untuk gugat SP3 Kasusnya bupati Busel. Ini saya anggap tidak masuk akal kalau saya setuju menggugat kasusnya Bupati Busel, sementara istri saya dan Bupati Busel masih keluarga,” jelasnya.
Kedua saksi juga menjelaskan kepada kuasa hukum Polda Sultra bahwa mereka merasa dirugikan akibat pencatutan namanya. Akibat hal itu, keduanya mengaku diasingkan keluarga dan teman-temannya.
Sehari sebelumnya, Senin 20 Juli 2020, sidang dengan agenda pemeriksaan bukti, saksi dan atau ahli dari pemohon digelar di PN Pasarwajo.
Dalam sidang tersebut, pemohon mengajukan sedikitnya 21 bukti surat-surat termasuk menghadirkan sejumlah saksi dan ahli. (adm)