Oleh : BASYARUN (Direktur Utama Kepton Pos)
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Indonesia menjadi momentum politik bagi
mereka yang punya hajatan dan ambisi kekuasan di tingkat daerah. Pemilukada menjadi
perhelatan politik yang kompeks untuk mengkonversi suara rakyat menjadi kursi. Makanya,
para pasangan calon kepala daerah berebut agar meraih simpat rakyat dengan berbagai cara.
Tentu bagi masyarakat, Pimilukada menjadi wadah dan kesempatan emas untuk memilih
siapa pemimpinnya.
Jika cerdas memilih, tentu kualitas hasil Pilkada menjadi cermin darilahirnya pemimpin cerdas. Pemilukada dilakukan serentak tetapi itu bukan fenomena barubagi masyarakat di Indenesia termasuk di Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk menentukan pemimpin yang berkualitas.
Jika pada tahun 2015 lalu, momentum Pilkada serentak pertama dilakukan yang diikuti 537
jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia yakni ada 269 daerah yang terdiri atas 9
provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang ditetapkan mengikuti Pilkada serentak 2015 atau
53 persen.
Dari jumlah tersebut, tujuh daerah diantaranya ada di Sultra, yakni KabupatenMuna, Konawe Selatan, Konawe Utara, Buton Utara,Wakatobi dan dua daerah otonom baru (DOB) Kabupaten Konawe Kepulauan dan Kolaka Timur. Dari tujuh daerah itu, KPU telah menetapkan sebanyak 23 pasangan calon dan 4 pasangan diantaranya merupakan calon perseorangan yang telah siap bertarung dalam Pilkada 2015.
Tahun ini, pesta demokasi akan kembali di gelar secara serentak pada bulan Juni nanti untuk masa jabatan 2018-2023. Ada 171 daerah yang akan memilih pemimpinnya. Tercatat, dari 34 Provinsi di Indonesia, 17 di antaranya akan menggelar Pilkada, yakni diikuti 39 kota dan 115 kabupaten. Tak terkecuali di Sulawesi Tenggara, momentum Pilkada juga di gelar di tiga daerah yakni Kota Baubau dan Kabupaten Kolaka serta Kabupaten Konawe. Menariknya di daerah Sultra, Pilkada serentak kali ini bertepatan dengan Pemilihan Gubernur Sultra.
Tentu ini hal baru bagi masyarakat di tiga daerah, karena selain menentukan atau memilih Bupati/Walikota juga harus menetukan siapa gubernurnya. Dari tiga kabupaten dan Kota termasuk Pilgub Sultra, terdaftar 14 pasangan bakal calon yang akan bertarung merebut mandat rakyat. Tiga pasangan untuk Pilkada Sultra, sisanya yaitu 11 pasangan mendaftar di tiga kabupaten/kota. Misalnya, kota Baubau, dari enam pasang calon yang mendaftar, hanya lima pasangan yang memenuhi syarat pencalonan, Pilkada Konawe sebanyak empat calon dan Kolaka hanya dua pasangan calon.
Masyarkat Sultra tahun ini, tentu harus menggunakan hak dan pilihan politiknya dengan baik. Sebab, diyakini masyarakat telah mempunyai pengalaman pahit dan manisnya hasil penyelenggaraan Pilkada. Sebab, pengalaman berdemokrasi melalui Pemilukada sudah berjalan sejak tahun 2008, dengan memilih langsung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, termasuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Belum lagi dengan pengalaman berdemokrasi dalam konteks Pemilu. Bahkan, pengalaman berdemokrasi juga telah dipraktekkan pada tingkat desa dengan sistem pemilihan Kepala Desa serentak. Rentetan demokrasi ini, tentu menjadi pendidikan politik berharga bagi warga negara di Indonesia. Karena, rakyat mempunyai kedauatan penuh untuk memilih langsung pemimpinnya.
Tetapi tentu dengan pengalaman berdomkorasi ini, juga bukan menjadi patokan dan ukuran bagi masyarakat untuk tepat menentukan pemimpinnya. Pasti, ada pemimpin yang lahir karena ambisi kekuasan, tanpa visi dan missi yang jelas dalam program pembangunan dan kesejahteraan masyarkat. Inilah tugas masyarakat untuk menyeleksi
pemimpinnya.
Sebab, dalam berbagai hasil survey, kualitas demokrasi melalui Sistem Pemilu maupun Pemilukada masih cenderung buruk. Hal ini ditandai dengan masih tingginya aksi kekerasan massa yang jauh dari nilai-niali demokratis, buruknya pengelolaan pemerintahan dan lembaga politik, rendahnya partisipasi publik, serta terwujudnya kebebasan sipil dalam berserikat maupun berpendapat. Selain itu, buruknya kualitas demokras dengan berbagai kecurangan seperti mone politik.
Kontrol rakyat juga sangat lemah dan rakyat hanya dijadikan kekuatan mobilisasi untuk partai politik tertentu. Sementara kecurangan-kecurangan yang ditandai praktek money politik, penggelembungan suara dan pemanfaatan struktur birokrasi untuk memenangkan calon tertentu, mengakibatkan pemilih cenderung kurang rasional dalam menentukan pilihannya. Hal inilah kerap menimbulkan pemimpin-pemimpin yang korup, karena lahir dari ambisinya dengan menghalalkan segala macam cara demi meraih kekuasan, bukan karena niatan yang tulus dan pengabdian semanta.
Indikator kualititas dan pengalaman berdemokrasi, termasuk di Sultra masih menimbulkan perdebatan, namun yang pasti harapan masyarakat untuk berpatisipasi dalam system Pemilukada, adalah bagaimana melahirkan pemimpin yang mampu mensejahterakan rakyatnya. Jika mengkaji lebih jauh harapan masyarakat, maka membangun system Pemilu yang berkualitas, merupakan sebuah keniscayaan, karena hanya lewat Pemilukada, rakyat akan memilih pemimpin yang diinginkannya.
Masalahnya kemudian, sudah cukupkah pengalaman berdemokrasi tersebut dapat dijadikan modal politik bagi masyarakat di Sultra khususnya tujuh kabupaten penyelenggara Pilkada dalam mewujudkan kualitas
berdemokrasi? Melahirkan pemimpin yang berkualitas, tentu hak rakyat. Merekalah yang mempunyai kuasa
dalam mementukan dan memilih pemimpinnya. Lalu sejauhmana menghasilkan seorang pemimpin yang berkualitas dan mampu menjawab harapan rakyat yang dipilih melalui system Pemilukada serentak? Sejauhmana kualitas demokrasi dalam Pemilukada dengan output pemimpin yang dihasilkan dapat berkorelasi simetris dengan peningkatan kesejahteraan? Semua ada ditangan rakyat saat di berada di TPS nanti.
Tentu, lahirnya pemimpin yang berkualitas, dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam menyeleksi para pasangan calon dan kemudian menentukan pilihannya. Partisipasi masyarakat dalam Pemilukada, sangat dibutuhkan agar dapat menggunakan hak suaranya untuk memilih pemimpinnya. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu, menunjukan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara.
Turut berpartisipasi dalam proses pemilihan, sebagai masyarakat yang cerdas, namun jangan salah
pilih calon yang hanya mementingkan diri sendiri atau kelompoknya saja. Namun, nihil realisasi terkait janji yang telah diumbar atau diumbar saat kampanye. Adanya pilkada serentak lahir dari harapan, demi menekan biaya penyelenggaraan atau efisiensi anggaran.
Penyelenggaraan Pilkada serentak bisa menghemat biaya karena anggaran yang semestinya dikeluarkan dua kali untuk membiayai Pilkada bupati/walikota, sehingga cukup sekali saja. Dengan adanya efisiensi biaya harapan pada calon kepala daerah tidak terlalu besar mengeluarkan biaya politiknya sehingga meminimalisir terjadinya tindakan korupsi. Karena biaya Pilkada yang sangat mahal diperkirakan sebagai bentuk titik awal kepala daerah melakukan berbagai tindakan korupsi.
Pemilukada langsung bukan sekadar memperebutkan kursi kepala daerah yang tidak memiliki implikasi terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun justru harus menjadi tantangan dalam memelihara demokrasi untuk
kesejahteraan rakyat.
Melalui Pilkada serantak 2018, Sultra termasuk tiga daerah laininya kan terpilih kepala daerah dan wakilnya berkualitas yang memiliki kompetensi, integritas, kapabilitas dan akseptabilitas yang merupakan tujuan ideal dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Hal ini sejalan dengan konsep demokrasi yang bukan hanya sekadar persaingan dan partisipasi. Substansi demokrasi adalah pemenuan kehendak rakyat, di mana pemimpin
daerah dapat menempatkan urusan rakyat sebagai agenda utama dalam setiap pengambilan
keputusan politiknya.
Terdapat tiga faktor kunci yang berperan untuk melahirkan pemimpin daerah yang berkualitas, yaitu: partai politik, penyelenggara pilkada dan masyarakat. Partai politik memiliki peran yang paling strategis dalam perputaran kepemimpinan di tingkat lokal dan nasional. Partai politik merupakan penerima mandat dari Undang-Undang untuk merekrut dan menggembleng para calon pemimpin diberbagai jenis dan jenjang kekuasaan.
Selain itu, penyelenggara pemilu juga turut menentukan kualitas kepala daerah walaupun kewenangan penyelenggara hanya terbatas pada penelitian kelengkapan dan keabsahan persyaratan administratif. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan penyelenggara untuk meningkatkan kualitas pencalonan, salah satunya adalah dengan meningkatkan keakuratan administrasi bakal calon kepala daerah. Ini dapat diupayakan dengan menggunakan aplikasi sistem informasi pencalonan atau Silon yang telah digunakan pada saat pencalonan anggota
DPR pada Pemilu 2014.
Penggunaan aplikasi sistem informasi juga semakin diperlukan seiring dengan peningkatan jumlah dukungan yang harus dipenuhi oleh calon perseorangan, dan itu dibutuhkan petugas yang familiar dengan teknologi. Selain meningkatkan kecepatan dan akurasi verifikasi, aplikasi sistem informasi pencalonan juga dapat menjadi media
publikasi dan sosialisasi bakal calon kepala daerah kepada masyarakat luas.
Faktor ketiga, sangat menentukan kualitas kepemimpinan di daerah yaitu masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif pada setiap tahapan pilkada termasuk pada tahap pencalonan kepala daerah. Publikasi tahapan pencalonan dan profil bakal calon secara lengkap akan membantu masyarakat untuk memberikan masukan dan tanggapan terhadap proses pencalonan. Respon masyarakat dapat mengarah pada dua hal, pertama; pemenuhan
persyaratan administrasi calon kepala daerah seperti keabsahan ijazah, terbebas dari perbuatan tercela, usia calon dan lain sebagainya. Kedua, respon masyarakat pada kinerja penyelenggara pada pelaksanaan verifikasi administrasi dan faktual persyaratan pengajuan calon dan syarat calon. Di sinilah pentingnya masyarakat memahami semua prosedur pilkada, termasuk pencalonan sebagai salah satu tahapan yang sangat krusial.
Masyarakat luas diharapkan tidak hanya memberikan masukan dan tanggapan terhadap pemenuhan syarat
pencalonan dan syarat calon, tetapi juga dapat memberikan informasi tentang kinerja
penyelenggara di lapangan sebagai bahan evaluasi bagi KPU.
Dengan demikian, pelaksanaan pemilukada secara serentak harus mendapat porsi perhatian yang lebih dari pemerintah. Kita sangat berharap, Pilkada serentak ini bisa memberikan dampak yang positif bagi peningkatan kualitas pemerintahan di daerah dan pemerintahan dapat berjalan lebih baik memperbaiki kehidupan masyarakat, kualitas kandidat, kualitas penyelenggara dan kualitas hasil yang sesuai dengan harapan kita semua.
Semua ini bisa terwujud dan berjalan baik dengan didukung Partai politik, penyelenggara pemilu, masyarakat dan stakeholder lainnya. Peluang emas ada di tangan 14 calon kada di Sultra untuk keluar sebagai pemenang, namun semua itu ada di tangan rakyat karena merekalah yang mempunyai kedaulatan dalam menentukan pilihan politiknya. (***)