PASARWAJO, Rubriksultra.com- Key Biodiversity Areas (KBA) Wabula merupakan wilayah sensitif dan kaya akan keanekaragaman hayati laut. Wilayah dengan luas luas 47.140 ha membentang disepanjang wilayah Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton.
Praktik pemanfaatan sumberdaya laut pada wilayah KBA Wabula selama ini didominasi oleh perikanan skala kecil. Jenis ikan yang menjadi target tangkapan nelayan lokal yaitu jenis ikan karang, cumi, gurita (marine fish) dan ikan tuna.
Salah satu komoditas yang menjadi ciri khas perairan Wabula dan dikelola dengan sistem Ombo adalah teripang (Sea cucumbers) dan lola (Trochus niloticus). Melalui sistem “Nambo”, wilayah kelola laut Wabula mendapat perlindungan masyarakat lokal.
Sayangnya, kearifan lokal Wabula dalam pengelolaan sumber daya laut mengalami ancaman kepunahan yang disebabkan oleh melemahnya peranan lembaga adat dan konflik sosial pemanfaatan oleh masyarakat.
Disatu sisi pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah Wabula saat ini belum didukung dengan sistem data dan informasi hasil, pendokumentasian dalam pemanfaatan sumberdaya laut. Hal ini menyebabkan tingkat pemanfaatan sumberdaya laut tidak terpantau dengan baik.
Demikian rangkuman dan benang merah dari kegiatan Sosialisasi “Program Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Skala Kecil Berbasis Masyarakat Adat Di KBA Wabula Kabupaten Buton” yang dilaksanakan pada Selasa, 25 Mei 2021 di Wabula, Kabupaten Buton.
Program ini dilaksanakan oleh Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia bekerjasama dengan Burung Indonesia atas dukungan Critical Ecosisytem Partership Fund (CEPF).
Koordinator Nasiobal Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan, melalui program ini akan memperkuat pengelolaan perikanan skala kecil berbasis masyarakat adat Wabula.
“KBA Wabula menarik karena data sejarah dan saintifik tentang keanekaragaman hayati dan upaya perlindungan yang dilakukan oleh masyarakat melalui hukum adat Nambo berjalan sejalan dan selaras,” kata Abdi.
Namun dengan perkembangan jaman, pertambahan penduduk dan kebutuhan atas pangan yang makin besar, tekanan terhadap sumberdaya laut di Wabula dan Wilayah Pengelolaan Perikanan 714 menjadi makin besar.
“Oleh karena itu perlu ada revitalisasi hukum adat dalam pengelolaan sumberdaya laut dan mendorongnya menjadi hukum dan kebijakan formal ditingkat lokal,” katanya.
Bupati Buton, La Bakry sangat mendukung program ini karena sejalan dengan upaya pemerintah kabupaten Buton untuk mengembangkan pariwisata.
“Kami harap program ini dapat mendukung pelestarian lingkungan laut di Wabula sehingga pariwisata berkelanjutan dapat berkembang,” kata La Bakry.
Dirinya juga mendorong masyarakat Wabula untuk mendukung program ini karena akan bermanfaat bagi masyarakat.
“Jika laut terjaga, ikan berkembang dan nilai ekonomi dari kegiatan perikanan skala kecil dan pariwisata bahari dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Program Wabula, DFW Indonesia, Nasruddin mengatakan, salah satu intervensi proyek ini adalah mendorong menfasilitasi penguatan perikanan skala kecil terutama nelayan tuna di kecamatan Wabula dan Pasarwajo.
“Kami akan bekerjasama dengan pemerintah lokal dan kelompok nelayan agar kapal penangkap tuna bisa mendapatkan pas kecil, surat ukur kapal dan registrasi kapal kecil sehingga kontrol terhadap kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan oleh pemerintah,” tutup Nasruddin. (adm)