BAUBAU, Rubriksultra.com – Ramadan harusnya menjadi momentum untuk meningkatkan amal ibadah. Namun menjelang pesta demokrasi di Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 27 Juni mendatang, bulan suci ramadan rentan disusupi kegiatan politik.
Salah seorang pengamat politik, La Didi S.IP, M.AP mengatakan politisasi ramadan berpotensi besar akan terjadi. Melihat bulan Ramadhan saat ini bertepatan dengan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra serta Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baubau.
“Berlabelkan sedeqah, zakat dan infak, namun terselip kepentingan pribadi,” ungkapnya.
Menurut Dosen Sosial politik (Sospol) Universitas Dayanu ikhsanuddin (Unidayan) ini, para kandidat harus memperhatikan larangan kampanye tentang pemberian bingkisan atau hadiah. Jangan memanfaatkan momen ramadan karena dapat mencederai atau merusak karakter masyarakat.
“Kampanye dengan menyampaikan visi misi sudah ditetapkan sesuai jadwal. Sorang figur yang baik bukan melakukan kampanye hitam. Mengajak umat untuk memilih bukan melalui apa yang diberikan. Namun potensi dan keberpihakan kepada rakyat demi kemajuan daerah, bangsa dan negara, itulah tampilkan,” jelasnya.
Menurutnya ada saja alasan yang muncul atas pemberian itu. Masyarakat harus jeli melihat dan tidak teriming-imingi pemberian yang berkedok tipu muslihat.
Menyikapi hal itu, Ketua Panwaslu Baubau, M Yusran mengaku sudah melakukan pencegahan terkait politisasi ramadan. Selain melakukan pengawasan yang intens, lembaga pengawas pemilu ini, melalui surat telah menghimbau tim kampanye paslon agar tetap mentaati regulasi yang ada.
Beberapa himbauan tersebut diantaranya adalah dilarang melakukan kampanye di rumah ibadah, pemberian uang atau barang materi lainnya dalam bentuk zakat, infak, sedekah atau sebutan lainnya yang mengandung unsur kampanye.
“Meski lima hari ini belum ditemukan, namun untuk menghindari politisasi ramadhan ini, Panwaslu Kota Baubau juga menghimbau agar penunaian zakat, infak dan sadaqah disalurkan melalui lembaga resmi,” singkatnya. (yan)