Berdinding Kayu Lapuk, Beratap Rumbia Bocor

Memilukan, nasib Wa Dae, wanita tua berumur lebih dari 100 tahun ini hidup sebatang kara. Warga Jalan Gambas Kelurahan Sidodadi Kecamatan Batalaiworu Kabupaten Muna Provinsi, Sulawesi Tenggara tinggal sendiri dalam sebuah pondok yang jauh dari keramaian.

Laporan : Irwan Muna

- Advertisement -

Di dalam bangunan kayu berukuran sedang, Wa Dae yang tampak lemah duduk memeluk diri ditopang kedua lututny. Rambutnya putih terurai, kulit tubuhnya yang keriput terlihat jelas kalauusianya sudah tak muda lagi.

Pondok yang terletak dalam sebuah perkebunan milik warga ini, ditempati Wa Dae seorang diri. Secara kasat mata, tempat tinggalnya sudah tak layak huni. Dinding kayu yang mulai rapuh dan berlobang, tak cukup kuat menjadi penghalang dinginnya angin malam yang masuk bebas menerpa Wa Dae.

Kondisi lebih parah saat hujan turun. Bilik kecil yang ditempati Wa Dae akan basah. Karena atap pondok yang terbuat dari rumbia sudah banyak yang bocor. Belum lagi jika atap tak mampu menahan air hujan yang sewaktu-waktu dapat rubuh dan menerpa pondok yang ditinggalinya.

Orang tentu akan mengeluh, tapi tidak dengan Wa Dae. Warga mengklaim usianya sudah mencapai 150 tahun. Namun warga salut dengan Wa Dae. Dalam kesendirian diusia tua, Wa Dae tidak pernah merepotkan orang lain. “Ketika dia hendak buang hajat, dia tidak meminta pertolongan siapa-siapa atau merepotkan orang sekitar, ” ucap La Aji warga yang tinggal tidak jauh dari rumah Wa Dae.

Nenek La Aji, Wa Ade bercerita, sebelumnya Wa Dea pernah menjalani bahtera rumah tangga sebanyak dua kali. Sayang, rumah tangga yang dibangunnya selalu kandas dipertengahan jalan. Suami pertama Wa dae yakni La Kapopo telah sampai hati mencederai rumah tangga yang dibangunnya dengan susah payah.

Baca Juga :  Polres Muna Imbau Warga Tertib Berlalu Lintas

La Kapopo meninggalkan Wa Dae tanpa sebab yang pasti dan menikah lagi dengan orang lain. Saat berpisah, keduanya belum memiliki keturunan. Setelah perpisahan itu, Wa Dae bertemu dengan seorang pria tunanetra yang diketahui bernama La Maka. Kepribadiannya yang baik membuat Wa Dae jatuh hati. Keduanya kemudian memutuskan menikah.

Namun hari-hari mereka hanya dilalui berdua saja, sampai dengan maut memisahkan, mereka tak dikaruniai anak. “Saat itu saya masih berumur 10 tahun sedangkan Wa dae sudah berumur sekitar 50 tahun dan saya menyaksikan pernikahannya yang kedua yakni menikah dengan La Maka,” jelas Wa Ade.

Wa Dae sebenarnya berasal dari kampung lama (Madawa tongkuno), namun karena kampung tersebut diserang oleh penyakit yang mematikan maka warga dipindahkan di Keluruhan Sidodadi oleh pemerintah. Takut jangan sampai penyakit menular, Wa Dae memutuskan untuk pindah dan berkebun di Sidodadi.

Hidup dalam kesendirian, Wa Dae tinggal memiliki tetangga yang menjadi keluarga dekatnya. Anak tak punya, sanak saudara tak banyak yang memperhatikan. Kini tinggal, La Aji yang merupakan cucu Wa Ade membawakan makanan kepada Wa Dae yang sudah tak mampu lagi bekerja untuk menyambung hidup.

La Aji berharap pemerintah Kabupaten Muna dapat memperhatikan Wa Dae. “Dia hanyalah nenek renta, yang hidup sebatang kara dalam pondok kecil yang tidak layak huni, ” pungkasnya. (***)

Facebook Comments