Pengamat Sebut 20 Tahun Mendatang, Bahasa Wolio Terancam Punah

BAUBAU, Rubriksultra.com- Pengamat budaya, L.M. Budi Wahidin berpandangan 10 atau 20 tahun mendatang bahasa Wolio akan punah.

Menurutnya, sudah ada tanda bahasa yang merekatkan suku Buton ini bakal tinggal sejarah.
Ini juga dikuatkan dari kajian peneliti asing pada simposium bahasa yang digelar di Kota Baubau antara tahun 2010 dan 2011 lalu.

- Advertisement -

“Waktu itu saya menjadi moderator. Memang hal ini mereka (Peneliti asing,red) buktikan bahwa generasi didalam benteng keraton yang notabene menjadi pusat peradaban eks kesultanan Buton sudah tidak tahu bahasa Wolio,” jelasnya saat seminar akhir rencana induk pembangunan kebudayaan di kantor wali kota Baubau, Rabu (23/5/2018).

Hasil penelitian itu, kata dia, menguak fakta yang cukup memprihatinkan. Banyak anak-anak usia sekolah yang bahkan sudah tidak tahu melafalkan bahasa Wolio ini.

Dosen di Universitas Dayanu Ikhsanuddin khawatir akan kondisi tersebut. Makanya dia selalu menggunakan bahasa Wolio ditempatnya bekerja.

Ketua Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Hasanuddin, Dr Tasrifin Tahara punya tips agar kegelisahan para budayawan ini tak menjadi kenyataan. Kata dia, rencana induk pembangunan kebudayaan bisa menjadi corong agar bahasa Wolio yang notabene sebagai salah satu potensi budaya non benda ini dapat dilestarikan.

“Rencana induknya khan sudah ada. Nah, kita tinggal buat rencana actionnya misalkan bagaimana jika kita gencarkan dalam pemerintahan satu hari dalam sepekan diselipkan hari berbahasa wolio. Dalam satu hari itu, ASN wajib berbahasa Wolio. Nah, tinggal pemerintah setempat mampu menjawab tantangan ini atau tidak,” imbuhnya.

Kepala Badan Penelitian dan pengembangan Daerah (Balitbangda) Kota Baubau, Mustafa Zain mengatakan kekhawatiran budayawan akan keberadaan bahasa Wolio menjadi keprihatinan semua kalangan. Banyak persoalan yang membuat kondisi ini bisa terjadi.

Baca Juga :  Ibu Kelahiran Tampo Ditemukan Tak Bernyawa Dalam Mobil

“Persoalan pertama itu saya kira berawal dari rumah tangga. Hampir tidak ada bahasa ibu yang saat ini menggunakan bahasa Wolio kepada anak-anaknya. Umumnya mereka menggunakan bahasa Indonesia. Ini menjadi faktor utama,” katanya.

Dalam seminar akhir, kata dia, ada satu kesepakatan akan diselipkan satu hari kerja dengan menggunakan bahasa Wolio. Makanya, Ia sangat berharap pemerintah daerah dapat menindaklanjuti hal itu dengan dikuatkan melalui payung hukum berupa Perwali atau Perda.

“Saya kira itu bisa menjadi salah satu upaya untuk mencegah terkikisnya penggunaan bahasa Wolio dikalangan masyarakat. Ini juga menjadi agenda kajian kami lima tahun kedepan agar bahasa Wolio bisa tetap lestari,” imbuhnya. (uky/war)

Facebook Comments