KENDARI, Rubriksultra.com – Dari 15 partai politik (parpol) yang resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sultra, dua partai ketahuan mengusung bacaleg mantan terpidana korupsi untuk maju di DPRD Sultra.
Kedua partai itu adalah NasDem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Berdasarkan data Bawaslu RI, jumlah bakal calon terpidana korupsi sebanyak 199 orang yang tersebar di 11 Provinsi, 93 kabupaten dan 12 kota.
Bakal calon terpidana korupsi di provinsi sebanyak 30 orang, di kabupaten 148 orang dan di kota 21 bakal calon.
Di Sultra sendiri, ada tiga orang yang maju lewat dua partai berbeda. Adalah Muh Zayat Kaimoeddin dari PPP, Drs. Amiruddin MSi dan Ir H Dudung Juhana MSi dari NasDem.
Muh Zayat Kaimoeddin maju di daerah pemilihan Sultra I Kota Kendari. Ia juga adalah mantan Calon Wali Kota Kendari yang gagal.
Sedangkan Drs Amiruddin adalah bacaleg NasDem yang maju melalui dapil Sultra IV, Kota Baubau, Buton, Wakatobi, Buton Selatan dan Buton Tengah.
Sedangkan Ir H Dudung Juhana adalah Bacaleg NasDem yang didorong maju di dapil Sultra V, Kolaka, Kolaka Timur dan Kolaka Utara.
Dalam Peraturan KPU nomor 20 Tahun 2018, dalam mengusung bacaleg, parpol harus mengisi pakta integritas, tidak mendaftarkan caleg mantan terpidana korupsi, kejahatan asusila terhadap anak dan bandar narkoba.
Bila parpol mengajukan mantan terpidana ketiga kategori itu, maka KPU akan mencoretnya dari daftar caleg.
Hal ini pernah diungkapkan oleh Ketua KPU Sultra La Ode Abdul Natsir Moethalib. Namun, ia hanya menyebut jumlah tanpa merincikan nama. Bagi KPU, kata Natsir, ketiga caleg ini langsung ditetapkan tidak memenuhi syarat.
“Kita nyatakan tidak memenuhi syarat,” tegas pria yang akrab disapa Ojo ini beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari website resmi Mahkamah Agung, Muhammad Zayat Kaimoeddin atau dikenal dengan Derik pernah tersandung kasus korupsi proyek peningkatan mutu SLTP di Dinas P dan K Sultra pada tahun 2003.
Sedangkan Dudung Sujana merupakan mantan Pelaksana Tugas Direktur Utama PD. Aneka Usaha Kolaka yang terlibat dalam kasus korupsi di KONI Kolaka pada 2011 lalu.
Untuk Amiruddin, tersangkut kasus pungutan liar (pungli) ketika masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan di tahun 2015.(adm)
Sumber : Inilahsultra