KENDARI, Rubriksultra.com – Hari ini, Rabu 5 September 2018 adalah hari bersejarah bagi Ali Mazi-Lukman Abunawas. Pasangan berakronim AMAN ini diambil sumpah jabatannya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Terkhusus bagi Ali Mazi, pelantikan hari ini, seperti mengulang sejarah pada Sabtu 18 Januari 2003 silam.
Kala itu, Ali Mazi didampingi Yusran Silondae, untuk pertama kalinya menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra dan dilantik oleh Mendagri. Pasangan yang diusung Golkar ini keluar sebagai pemenang melalui pemilihan di DPRD Sultra.
Dikutip dari Tempo.co, pemilihan saat itu dihadiri 43 dari 45 anggota Dewan. Pasangan Ali Mazi-Yusran Silondae meraih 24 suara, sedangkan pesaingnya, pasangan Ismail Tangka-Yusran Silondae (Fraksi PDIP) dan Prof Dr. Djaali-Ibrahim Palatje (Fraksi Reformasi) masing-masing hanya memperoleh 11 suara dan 8 suara.
Namun, dalam perjalanan pemilihan itu diwarnai suara sumbang dugaan praktik money politic. Tempo.co juga melaporkan, dugaan bagi-bagi uang saat pemilihan itu sempat ditangani Kejaksaan Tinggi Sultra.
Setelah menampuk nakhoda pemerintahan selama lima tahun, periode 2003-2008, Ali Mazi-Yusran Silondae mulai bekerja.
Dalam perjalanannya, Ali Mazi diadang persoalan hukum. Kejaksaan Agung menetapkan Ali Mazi sebagai tersangka dalam dugaan korupsi hak guna bangunan Hotel Hilton.
Atas status itu kemudian, Mendagri akhirnya menonaktifkan Ali Mazi dari jabatan sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara lewat Keputusan Presiden Nomor 45/P 2006 tertanggal 23 Oktober 2006.
Sebagai pelanjut kekuasaan, Mendagri melantik Yusran Silondae untuk menjabat Plt Gubernur Sultra hingga akhir masa jabatan 18 Januari 2008.
Namun, kasus ini tidak membuktikan Ali Mazi bersalah. Dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 12 Juni 2007, Ali Mazi dinyatakan bebas dari segala tuduhan jaksa.
Tapi jaksa tak patah arang. Korps Adhiyaksa ini mengajukan kasasi di Mahkamah Agung. Tapi, MA tak mengabulkan kasasi tersebut dan menguatkan putusan PN Jakarta Pusat.
Kasus itu kemudian klir, bersamaan di penghujung jabatan Ali Mazi dan Yusran Silondae sebagai kepala daerah di Sultra.
Pada Pilgub Sultra 2008, Ali Mazi kemudian maju berkontestasi. Ia menggandeng Abdul Samad sebagai wakilnya.
Tapi, di Pilkada 2008 ini, beda dengan pilkada lima tahun sebelumnya. Pilkada 2008 dipilih oleh rakyat. Sedang pilkada 2002 dipilih oleh DPRD Sultra.
Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 diikuti oleh empat pasangan calon, yaitu Mahmud Hamundu-Yusran Silondae (pasangan nomor 1), Mansyur Masie Abunawas-Azhari (nomor 2), Ali Mazi-Abdul Samad (nomor 3), Nur Alam-Saleh Lasata (nomor 4).
Dikutip dari Merdeka.com, KPU Sulawesi Tenggara menetapkan perolehan suara pasangan Nur Alam-Saleh Lasata teringgi daripada pasangan lainnya, yaitu 421.360 suara (42,78%).
Sementara itu, pasangan Ali Mazi-Abdul Samad berada di urutan kedua dengan perolehan 387,404 suara (39,34%).
Dua pasangan lainnya yakni pasangan Masyhur Masie Abunawas/Azhari (MMA) meraih 91.408 suara atau 9,18 persen dan pasangan Mahmud Hamundu/Yusran A Silondae (Mahasila) meraih 90.682 atau 8,67 persen suara.
Ali Mazi pun tak puas dengan hasil pilkada. Ia kemudian menggugat di MA. Namun, MA menolak seluruh gugatan pasangan berakronim Azimad itu.
Nur Alam-Saleh Lasata kemudian melenggang menjadi pasangan kepala daerah pertama hasil pemilihan rakyat periode 2008-2013.
Menjabat lima tahun, tentu pasangan NUSA (Nur Alam-Saleh Lasata) memiliki kekuatan dan infrastruktur politik untuk menatap Pilgub Sultra 2013-2018.
Namun, Ali Mazi tampak tak ciut dan kendur. Ia nekad kembali maju untuk melawan pasangan NUSA.
Di Pilgub Sultra 2013, Ali Mazi menggandeng Bisman Saranani sebagai wakil. Namun, pencalonan mereka digugurkan oleh KPU Sultra.
Dinukil dari Antara.com, Ketua KPU Sultra kala itu, Masudi, berujar, berdasarkan pleno yang dilakukan bersama seluruh anggota KPU Sultra yang berjumlah lima orang, maka ditetapkan tiga pasangan calon yang berhak ikut pada Pilgub Sultra.
Ketiga pasangan cagub dan cawagub yang dinyatakan berhak maju adalah pasangan Nur Alam/Saleh Lasata, Buhari Matta/Amirul Tamim dan Ridwan/Khaerul Saleh.
Pleno penetapan pasangan cagub dan cawagub tersebut, berjalan alot, karena ada beberapa anggota KPU yang mengusulkan empat pasangan yang bisa mengikuti Pilgub dengan ditambah Ali Mazi/Bisman Saranani.
“Memang terjadi perbedaan pendapat antara sesama anggota KPU Sultra, namun setelah melalui perdebatan panjang dan argumen serta mengkaji seluruh persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlalu, maka diputuskan tiga pasangan calon yang lolos,” katanya kepada Antara.com.
Menurutnya, tiga pasangan itulah yang akan diundang untuk menghadiri pleno pencabutan nomor urut pasangan cagub/cawagub.
Ali Mazi-Bisman Saranani, tidak lolos, karena partai pendukungnya tidak mencukupi, hanya sekitar 14,81 persen dari minimal syarat dukungan 15 persen suara pemilihan legislatif 2009.
Gagalnya Ali Mazi karena satu partai pendukung yakni Partai Serikat Indonesia sebesar 0,30 persen, berubah nama menjadi Nasional Republik (Nasrep) saat diverifikasi di KPU Pusat, sehingga partai itu dianggap tidak sah mendukung Ali Mazi-Bisman Saranani.
Sementara itu, anggota KPU Sultra lainnya, Eka Suaib, mengaku, kalau hasil pleno yang diputuskan itu ada dua versi, yakni meloloskan empat pasangan dan versi yang meloloskan tiga pasangan.
“Saya bersama dua anggota KPU lainnya menyetujui kalau yang lolos itu empat pasangan yakni Nur Alam-Saleh Lasata, Bihari Matta-Amirul Tamim, Ridwan-Khaerul Saleh dan Ali Mazi-Bisman Saranani,” katanya.
Eka mengaku kalau yang sah adalah empat pasangan calon, dan mengaku kalau Alimazi-Bisman Saranani didukung 15,11 persen suara.
“Terkait siapa yang akan dipanggil atau diundang menghadiri pencabutan nomor urut pasangan, itu tanyakan ke Ketua KPU, karena dia yang berhak untuk mengundang pasangan calon,” katanya.
Perbedaan pendapat di internal KPU ini pada akhirnya berujung tumbal. Seluruh komisioner diberhentikan oleh Dewan Kehormatan internal KPU karena dianggap melanggar kode etik penyelenggara.
Keputusan KPU ini kemudian digugat Ali Mazi-Bisman Saranani ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari. Pengadilan menyatakan bahwa Ali Mazi-Bisman Saranani harusnya diloloskan sebagai pasangan cagub dan cawagub Sultra.
Meski putusan itu berpihak kepada Ali Mazi, tak kunjung juga dilaksanakan oleh KPU. Pilgub Sultra kemudian tetap berlanjut tanpa Ali Mazi-Bisman Saranani. Setelah satu pasangan terlempar, yang tarung tinggal tiga pasangan.
Yakni, Nur Alam-Saleh Lasata, Ridwan Bae-Haerul Saleh dan Buhari Matta-Amirul Tamim.
Hasil pleno rekapitulasi yang dibacakan oleh anggota KPU RI Arief Budiman, pasangan Nur Alam-Saleh Lasata (NUSA) meraih 522.807 suara atau 49,30 persen, Pasangan Buhari Matta-Amirul Tamim (BM-Amirul) meraih 295.234 suara atau 27,84 persen dan pasangan Ridwan Bae-Haerul Saleh (ARBAE) meraih 242.357 suara atau 22,86 persen.
Pilgub Sultra 2013 ini kemudian menambah pundi kekalahan Ali Mazi dalam kontestasi perebutan kursi 01 Sultra.
Setahun kemudian, peruntungan lain datang. Melalui partai yang tengah naik daun, NasDem, Ali Mazi maju di Picaleg 2014. Ia membidik satu dari lima kursi yang disiapkan di Dapil Sultra menuju senayan.
Sayang, Ali Mazi gagal mengamankan satu kursi di DPR RI. NasDem berada di peringkat ketujuh perolehan suara partai terbanyak dengan 90.363 suara, dan Ali Mazi berhasil mendapatkan suara tertinggi di partainya dengan 69.159 suara.
Antara.com menyebut, berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang telah dilakukan 12 KPU kabupaten/kota di Sultra, PAN meraih 271.231 suara, sekaligus mengantarkan Asnawati Hasan untuk duduk di DPR RI karena meraih 131.520 suara.
Disusul Golkar dengan total 178.298 suara, sekaligus mengantarkan calegnya yakni Ridwan Bae ke DPR RI dengan perolehan 91.747 suara.
Di tempat ketiga, Partai Demokrat meraih total 126.764 suara dengan suara tertinggi internal partai yakni Umar Arsal dengan perolehan 52.650 suara.
Kursi keempat adalah milik Partai Gerindra dengan 123.957 suara sekaligus mengantarkan kadernya Haerul Saleh sebagai anggota DPR RI dengan perolehan tertinggi internal partai yakni 30.820 suara.
Kursi kelima diraih PPP dengan perolehan 99.140 suara dan peraih suara tertinggi internal partai adalah Amirul Tamim yang mendapat 48.477 suara.
Setelah gagal di DPR RI. Ali Mazi belum kendor juga. Ia cukup bersabar hingga tiga tahun untuk kembali tarung di Pilgub Sultra 2018.
Dengan menggandeng mantan Bupati Konawe dua periode Lukman Abunawas yang juga Sekda Sultra aktif, dia kembali nekad tarung lagi.
Kegigihan Ali Mazi berikut ketokohannya, membuat ia lantas dipercayakan masyarakat Sultra untuk memimpin Sultra hingga 2023.
Terlepas dari itu semua, Ali Mazi ikut diuntungkan dengan turbulensi politik yang menimpa rivalnya, Asrun-Hugua dan Rusda Mahmud-LM Sjafei Kahar.
Asrun bersama putranya, Adriatma Dwi Putra dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah tahapan kampanye berjalan.
Lalu disusul penangkapan anak Sjafei Kahar yang juga Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat oleh KPK turut menjadi keuntungan tersendiri bagi pasangan AMAN untuk merebut 01 Sultra.
Sebelum pemilihan 27 Juli 2018 kemarin, pelbagai lembaga survei telah memprediksi AMAN benar-benar aman di Pilgub Sultra. Tentu, berangkat dari dua kasus tadi yang secara langsung mengubah presepsi pemilih menjatuhkan pilihan politiknya.
Berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara Pilkada Sultra di 17 kabupaten dan kota, pasangan Ali Mazi- Lukman Abunawas memperoleh suara sebanyak 495.880 atau 43, 68 persen.
Kemudian, pasangan calon gubernur nomor urut 3 Rusda Mahmud–Sjafei Kahar mendapat suara terbanyak kedua dengan jumlah suara 358.537 atau 31, 58 persen.
Sedangkan pasangan calon nomor urut 2, Asrun–Hugua memperoleh suara paling sedikit dengan jumlah 280.762 suara atau 24,73 persen.
Sekarang, Sultra memiliki pemimpin baru. Ali Mazi-Lukman Abunawas. Meski lebih 10 tahun antre, Ali Mazi merupakan politikus yang pantang kendur dan mundur. Selamat buat Ali Mazi-Lukman Abunawas. Semoga AMAN-ah. (adm)
Sumber : Inilahsultra