KENDARI, Rubriksultra.com – Dugaan kecurangan dan perbuatan melanggar hukum mewarnai proses seleksi calon anggota KPU Kolaka Timur.
Salah satu peserta mengungkapkan adanya permintaan uang yang dilakukan oleh tim seleksi (timsel) kepada peserta.
Dugaan kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh timsel, diungkapkan langsung anggota KPU Koltim Adly Yusuf Saepi dan salah satu peserta yang saat ini sementara mengikuti proses seleksi di KPU Koltim Muh Ali melalui konferensi pers, di Kantor Advokat Andre Dermawan dan Associate, Jumat 7 Desember 2018.
Calon anggota KPU Koltim Muhammad Ali membeberkan sejumlah kejanggalan proses seleksi. Yakni, adanya dugaan kebocoran soal CAT yang sama persis jawabanya dalam buku dan di layar komputer.
“Pada 19 November saya mengikuti tahapan tes CAT, soal dan jawaban sama persis dengan yang diperoleh dari oknum komisioner KPU melalui stafnya, dan yang membedakan itu hanya nomor soalnya saja,” jelasnya.
Dosen Universitas Sepuluh November (USN) ini mengaku, ditawari untuk mendapatkan jawaban-jawaban soal CAT senilai Rp 10 juta dari oknum komisioner KPU melalui perantara.
“Saya menolak memberikan Rp 10 juta dengan alasan saya tidak punya uang untuk membayar sebanyak itu, tapi dia kembali menawarkan dengan meminta Rp 5 juta, tapi saya tetap menolak karena tidak mau mendapatkan hasil dengan cara yang tidak benar dan saya diberikan soal itu secara gratis,” bebernya.
Kejanggalan berlanjut pada saat sesi tes wawancara. Dirinya kembali dimintai oleh oknum timsel KPU senilai Rp 75 juta agar diluluskan dalam 10 besar. Ia juga menyebut ada oknum komisioner KPU pernah meminta uang senilai Rp 60 juta untuk disetorkan kepada timsel.
“Sejak awal saya ikut tahapan seleksi calon anggota KPU Koltim tidak pernah menyerakan uang sepeserpun kepada siapa pun,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Komisioner KPU Adly Yusuf Saepi mengungkapkan masalah dirinya tidak diloloskan dalam seleksi berkas.
Ia menilai, keputusan timsel tak meloloskannya bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
Sebagai seorang pegawai negeri, surat izin atasan harus ditandatangani pejabat pembina kepegawaian. Oleh timsel, pejabat pembina kepegawaian adalah gubernur saja.
Menurut Adly, rekomendasi yang ditandatangani oleh Plh Sekda Provinsi Sultra Ila Ladamai atas nama Gubernur Sultra sudah tepat dan tidak melanggar aturan.
Terhadap keputusan itu, ia melaporkan timsel calon anggota KPU Koltim ke Ombusman Republik Indonesia Perwakilan Sultra pada 19 November 2018 terkait dugaan kecurangan dalam pengumuman tahapan administrasi yang dilakukan timsel.
“ORI Sultra membalas surat tersebut pada 26 November lalu menjelaskan bahwa laporan telah ditindaklanjuti dan akan melakukan pemeriksaan secara subtantif dan memanggil timsel untuk melakukan klarifikasi sebagai teradu,” jelasnya.
Selain melaporkan ke ORI Sultra, Adly, telah melapor secara resmi ke KPU RI terkait permohonan keberatan agar hasil pengumuman timsel untuk dibatalkan oleh KPU RI.
“Saya kembali menyurat pada 2 Desember agar permohonan untuk ditindaklanjuti surat yang dilayangkan di ORI Sultra, dan pada 6 Desember saya kembali menyurat ke KPU RI terkait dugaan pelanggara kode etik dan perbuatan melawan hukum dilakukan oleh timsel,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Timsel KPU Koltim dan Kolaka Samsir Nur, mengaku proses seleksi calon anggota KPU Koltim telah berjalan dengan baik tanpa adanya kendala.
“Saat ini kita lagi melakukan pengimputan semua, mulai dari hasil tes CAT, wawancara, psikologi dan kesehatan, setelah itu menunggu hasilnya dan melakukan pleno,” jelasnya melalui sambungan Whatsappnya, Jumat malam 7 Desember 2018.
Sayangnya, Samsir Nur mematikan telepon selulernya saat jurnalis menyodorkan pertanyaan adanya oknum timsel dan komisioner KPU yang meminta sejumlah uang kepada peserta calon anggota KPU Koltim.
Saat ditelpon kembali untuk kedua kalinya nomor telepon selulernya sudah tidak aktif. (adm)
Sumber : Inilahsultra