LPPM UHO Teliti Pengembangan UMKM di Baubau

Dr Nanik Hindaryatiningsih,SE.

BAUBAU, Rubriksultra.com- Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari mengutus sejumlah tim dosen untuk meneliti persoalan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Baubau.

Tim yang diutus diantaranya Dr Nanik Hindaryatiningsih,SE, selaku ketua tim, didampingi anggota Dra Erny Harjaty,M.Hum, Drs Abdullah Igo,M.Si, Asriyani Mulia Basri,S.E.,M.M, La Ode Safarudin,S.Pd,M.Pd, dan Harjo Prawiro,S.E.,M.Si.

- Advertisement -

Dosen sekaligus Ketua Peneliti yang ditugaskan LPPM UHO, Dr Nanik Hindaryatiningsih, SE mengatakan, persoalan pemasaran dan promosi produk masih menjadi salah satu kendala terbesar bagi pelaku UMKM di Kota Baubau dalam meningkatkan skala bisnisnya di Indonesia.

Kendala lainnya adalah para pelaku usaha belum mampu menjaga konsistensi kualitas produk.

Kata dia, terdapat beberapa alasan yang mendasari kendala tersebut. Pertama faktor eksternal (Manajemen Usaha, SDM, Produksi, dan Pemasaran), permodalan dan minimnya pengetahuan teknologi. .

Kedua, Kebijakan pemerintah PSBB dan sosial disntance, iklim usaha, dan impilkasi kebijakan standar produk pasar Asean. Terkadang juga para pelaku UMKM hanya memfokuskan kecenderungan pada proses produksi tanpa diimbangi oleh pemasaran dan promosi.

“Di beberapa pelaku UMKM, ketika barangnya sudah tersedia, mereka bingung mau diapakan untuk menjualnya dengan cepat. Apalagi dalam kondisi pandemi, dimana menurunnya kepercayaan masyarakat khususnya tingkat hospitality produknya. Akibatnya langkah pemasaran dan promosi yang ditempuh cenderung konvensional, yakni dari mulut ke mulut atau sekadar memajang produknya di toko-toko atau di lapak-lapaknya,” katanya di sela-sela Seminar Akhir UMKM Naik Kelas, di Kota Baubau, Kamis 23 September 2021.

Hal itu juga tak lepas dari sikap sejumlah lembaga pembiayaan yang hanya sekedar menyalurkan pembiayaan kepada UMKM, tanpa melakukan pendampingan secara kontinyu. Alhasil, para pelaku UMKM sering gagal memanfaatkan pembiayaan yang diberikan secara maksimal atau efektif untuk mengembangkan bisnisnya.

Baca Juga :  Ketua PPK Wolio Pingsan Saat Pleno

“Untuk itu, pendampingan serta pelatihan pemasaran dan promosi menjadi bagian yang tak boleh dilepaskan dalam membangun ekosistem UMKM di Indonesia. Langkah tersebut harus dilakukan agar UMKM dapat benar-benar naik kelas dan mampu menjalankan industrinya secara jangka panjang,” katanya.

Sebagai dosen, peneliti juga Ketua Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI) Kota Baubau, Dr Nanik memberikan sejumlah solusi kepada pelaku UMKM dalam menjalankan promosi dan pemasaran, antara lain memanfatkan platform dagang elektronik (dagang-el), media sosial dan menggandeng perusahaan penasihat pemasaran seperti Kaya.id yang merupakan sebuah startup yang memiliki fokus bisnis menyediakan jasa penasihat promosi dan pemasaran bagi UMKM.

Korporasinya juga bakal menjembatani upaya tersebut dengan organisasi IPEMI, yang akan mempermudah pelaku UMKM menjual dan menawarkan produknya di platform digital.

“Harapan kami, UMKM ini pada akhirnya dapat go public. Sebab Indonesia ini memiliki banyak sekali pelaku UMKM, namun belum ada satupun yang mampu melakukan penawaran umum perdana di bursa saham. Padahal salah satu indikator terbaik dari UMKM naik kelas adalah ketika mereka bisa go public,” katanya.

Dikatakan, dalam kerja sama untuk penelitian in, pihaknya sebagai dosen UHO dapat menggandeng BAV yang merupakan anak perusahaan pelat merah PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). Perusahaan ini telah menjalin kerjasama dengan 16 BUMN untuk menyalurkan program kemitraan guna menopang permodalan UMKM yang menjadi mitra binaannya.

Pinjaman disalurkan ke berbagai sektor mulai dari pertanian, industri, peternakan, perdagangan hingga jasa. BAV menyalurkan pinjaman kemitraan melalui 17 perusahaan modal ventura daerah (PMVD), dengan total outstanding mencapai Rp.507 miliar yang disalurkan ke 5.000 UMKM.

Dr Nanik menjelaskan, saat ini para pelaku UMKM banyak yang belum memahami bahwa anggaran promosi dan pemasaran harus dimasukkan dalam biaya operasional bisnisnya. Selain itu, para pelaku UMKM hanya menghitung biaya operasionalnya dari ongkos produksi semata.

Baca Juga :  Cegah Corona, IKA SMANSA Baubau 2005 Bagi Masker dan Hand Sanitizer

“Seharusnya, tiap pelaku usaha minimal menyediakan 20-25 persen dari biaya operasionalnya untuk promosi dan pemasaran. Namun mayoritas dari mereka tidak memasukkan hitungan tersebut. Maka tidak heran jika penjualan pelaku UMKM sering tidak maksimal,” jelas Ketua Dharma Wanita Persatuan Kota Baubau ini. (adm)

Facebook Comments