Sisa 21 Bulan, Bupati Buteng Perlu Wabup Baru?

Dekan Fakultas Hukum Universitas Haluoleo (UHO), Dr. Herman, SH., LL.M.

LABUNGKARI, Rubriksultra.com- Pasca meninggalnya Wakil Bupati Buton Tengah (Buteng), Almarhum Kap. Inf. (Purn) La Ntau pada 4 Agustus 2020 lalu, Bupati Buteng, H. Samahuddin kini tanpa pendamping. Sisa masa jabatannya sekira 21 bulan lagi. Guna menjalankan roda pemerintahan di otoritasnya, apakah perlu Wabup baru?.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Haluoleo (UHO), Dr. Herman, SH., LL.M., angkat bicara. Menurutnya, mekanisme pengusulan Wabup baru telah diatur dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 pasal 176. Dalam Undang-Undang itu, jika Wakil Gubernur, Wakil Walikota dan Wakil Bupati berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan, maka melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD berdasarkan usulan partai atau gabungan partai politik pengusung.

- Advertisement -

“Tapi harus dilihat dulu sisa masa jabatannya. Kalau Bupati Buteng itu (Samahuddin) menjabat kurang dari 18 bulan, maka tidak bisa lagi diusulkan Wabup baru. Tapi kalau lebih dari 18 bulan, maka dimungkinkan adanya pergantian Wabup”, jelas Dr Herman saat dikonfirmasi melalui, Jumat 21 Agustus 2020.

Perlu diketahui bahwa Bupati Buteng dan Wakil Bupati Buteng dilantik pada 22 Mei 2017 lalu. Artinya pada 22 Mei 2022 mendatang masa jabatan H. Samahuddin akan berakhir. Jika dihitung sejak hari ini, maka tinggal 21 bulan lagi akan berakhir.

Olehnya itu, guna efektivitas dan efisiensi jalannya pemerintahan agar tugas-tugas Bupati dapat terbantu, Bupati Buteng masih bisa mencari Wabup baru.

“Sesuai regulasi yang ada, bisa ada pergantian. Tapi itu kembali pada Bupati sendiri. Kalau merasa mampu menjalankan tugas, bisa saja tidak dibutuhkan lagi. Tapi kalau itu dianggap perlu demi kelancaran roda pemerintahan, mestinya ada usulan Wabup baru, ” jawab Herman putra Mawasangka Tengah itu.

Baca Juga :  Polsek Mastim Kembangkan Rumah Ketahanan Pangan Saat Corona

Kendati demikian, Dr. Herman kembali menegaskan bahwa jika Wakil Bupati meninggal dunia tidak serta merta diberhentikan. Tapi masih melalui proses panjang, karena harus dibahas lewat paripurna Dewan. Itu dilakukan agar seluruh hak-hak almarhum yang melekat pada jabatannya dihilangkan atau dihapus terlebih dahulu.

Berbeda dengan pejabat yang dihentikan karena tersangkut proses hukum. Kalau sudah putusan inkrah oleh pengadilan dan bersalah, saat itu juga dinyatakan berakhir dari jabatannya.

“Jadi kalau proses pemberhentiannya (Almarhum La Ntau) masih lama, maka akan kehabisan waktu. Apalagi usulan pergantian itu juga melalui proses panjang, mulai dari usulan parpol hingga persetujuan Gubernur,” tutupnya. (adm)

Facebook Comments