Oleh : Dwina Wardhani Nasution, SST
ASN Badan Pusat Statistik Kabupaten Buton
PASARWAJO, Rubriksultra.com- Tanpa terasa, dalam hitungan beberapa hari lagi kita akan memasuki tahun 2020. Meninggalkan tahun 2019 dengan cerita pesta demokrasinya, kini masyarakat Indonesia bersiap menyambut pesta demografi 2020.
Tahun 2020 merupakan tahun dilaksanakannya Sensus Penduduk Indonesia yang ke-7. Hal ini berawal dari rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar setiap negara melaksanakan pendataan penduduk secara menyeluruh.
Bahkan sebelum kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda sudah melakukan sensus di Indonesia pada tahun 1920 dan 1930. Indonesia sendiri baru dapat menyelenggarakan sensus penduduk untuk pertama kalinya pada tahun 1961. Selanjutnya Sensus Penduduk rutin dilaksanakan setiap 10 tahun sekali, yaitu pada tahun 1971, 1980, 1990, 2000, dan terakhir pada 2010.
Sensus Penduduk merupakan keseluruhan proses pencatatan data demografi di suatu negara untuk seluruh penduduk dalam periode waktu tertentu. Periode Sensus Penduduk di Indonesia adalah 10 tahun sekali. Yakni pada tahun yang berakhiran “0”.
Dasar pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 (SP2020) adalah UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Resolusi United Nations 2020 tentang World Population and Housing Programme serta Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
Sensus penduduk untuk apa?
Kemajuan suatu negara ditandai dengan semakin sadarnya masyarakat akan pentingnya data. Informasi kependudukan menjadi landasan penting dalam melaksanakan pembangunan. Sebab, sejatinya pembangunan itu sendiri ditujukan untuk mensejahterakan manusia. Bukan hanya menjadikan manusia sebagai alat pembangunan.
Indonesia tentu tak sendiri. Setidaknya ada 54 negara lain di dunia yang turut menggelar sensus penduduk/perumahan pada tahun 2020.
Menurut World Population and Housing Programme 2020, sensus penduduk dan perumahan memiliki dua manfaat besar. Pertama sebagai sumber data utama untuk merumuskan, melaksanakan, dan memantau kebijakan dan program pengembangan sosial ekonomi inklusif dan kelestarian lingkungan. Kedua, sebagai alat ukur kemajuan Agenda Sustainable Development Goals (SDG’s) 2030.
Selain untuk misi penting penyelamatan dunia, SP2020 juga menjadi langkah awal dalam mewujudkan One Data Indonesia. Saat ini data kependudukan di Indonesia berasal dari dua sumber utama, yakni dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
BPS menggunakan konsep secara de facto. Artinya, penduduk dicatat dimana dia berada ketika didata atau sudah tinggal menetap selama minimal 6 bulan. Pencatatan dilakukan pada satu titik waktu saja, yaitu pada saat sensus ataupun survei.
Sedang Kemendagri menggunakan konsep de jure. Dimana penduduk dicatat sesuai alamat nomor identitasnya (NIK). Walaupun penduduk tersebut sudah tidak tinggal di daerah asalnya.
Pada 2015, jumlah penduduk Indonesia yang teregistrasi melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) menurut Ditjen Dukcapil mencapai 255,62 juta jiwa. Sementara menurut data proyeksi penduduk oleh BPS, jumlah penduduk Indonesia sebesar 255,46 juta jiwa.
Adanya dua data kependudukan yang berbeda kerap membingungkan berbagai kalangan, terutama pemerintah daerah. Adu argumentasi tentang data mana yang lebih valid pun tak dapat dihindari. Padahal masih banyak pihak yang tidak menyadari perbedaan itu terjadi karena konsep dan metode yang digunakan memang berbeda. Keduanya pun memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda.
Kebijakan One Data yang dicanangkan Presiden Jokowi sangat tepat guna mengakhiri polemik perbedaan data di Indonesia. Kebijakan tersebut akan dimulai dari kerjasama BPS dan Kemendagri untuk menuju satu data kependudukan Indonesia.
Hal ini tentu memiliki tantangan yang besar. Adanya dua sumber data kependudukan yang disatukan akan menjadi kekuatan luar biasa. Nantinya, SP2020 akan melahirkan data jumlah penduduk secara de facto (berdasar survei) dan de jure (berdasar NIK).
Secara khusus, SP2020 bertujuan untuk menyediakan data jumlah, komposisi, distribusi, dan karakteristik penduduk. Selain itu, SP2020 juga kan menghasilkan data parameter demografi (fertilitas, mortalitas, dan migrasi), serta karakteristk penduduk lainnya untuk keperluan proyeksi penduduk, indikator SDGs, dan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan.
Dengan diketahui jumlah penduduk, maka dapat diketahui berapa kebutuhan fasilitas yang harus disiapkan, berapa dan dimana sekolah yang harus dibangun, daerah mana saja yang membutuhkan penambahan fasilitas perumahan, berapa dan dimana rumah sakit yang harus didirikan, dan masih banyak lagi.
Manfaat lain dari hasil SP2020, yakni untuk memaksimalkan peluang Bonus Demografi. Saat ini Indonesia sedang memasuki fase Bonus Demografi. Hal ini ditandai dengan jumlah penduduk yang tergolong Angkatan Kerja (usia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk Bukan Angkatan Kerja (usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas).
Berdasarkan proyeksi BPS, sejak tahun 2012 angka rasio ketergantungan terus menurun. Angka ini diproyeksi akan mencapai titik terendahnya pada tahun 2021, yakni sebesar 45,42 persen.
Bonus Demografi ini akan tertutup pada tahun 2036. Sebab setelah tahun 2036 angka rasio ketergantungan di Indonesia tidak lagi berada di bawah 50 persen. Itu berarti, setelah tahun 2036 beban ketergantungan penduduk di Indonesia akan semakin besar.
Bahkan di tahun 2045 BPS memproyeksikan jumlah lansia akan meningkat hampir tiga kali lipat. Dari 22,99 Juta (9,00%) di tahun 2015 menjadi 63,31 Juta (19,85%).
Bonus Demografi yang bermakna ‘hadiah’ tentu bisa menjadi ‘bencana demografi’ bila sumber daya manusia yang ada tidak memiliki kemampuan yang memadai. Terutama dalam menghadapi era industri digital seperti sekarang ini.
Informasi mengenai potensi penduduk yang ada saat ini tentu sangat diperlukan. Peluang yang ada dapat lebih dimaksimalkan bila diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
Transformasi sensus penduduk
PBB merekomendasikan tiga metode sensus penduduk yaitu metode tradisional, kombinasi (combine method), dan registrasi. Semakin maju dan tingginya kesadaran penduduk suatu negara terhadap data, negara tersebut akan menuju metode pengumpulan data berbasis registrasi (pencatatan secara mandiri).
Metode tradisonal merupakan pencatatan penduduk satu persatu menggunakan pensil dan kertas. Jika pada sensus penduduk sebelumnya BPS menggunakan metode lama ini, untuk pertama kalinya SP2020 nanti berganti dengan metode kombinasi.
Metode ini akan menggunakan data administrasi kependudukan dari Ditjen Dukcapil sebagai basis data dasar yang kemudian akan diperbaharui pada pelaksanaan SP2020. Metode ini merupakan jembatan untuk menuju motode yang lebih baik lagi.
Diharapkan pada 2030 nanti negara kita dapat melaksanakan sensus dengan metode registrasi. Sehingga pengumpulan data yang dilakukan lebih hemat, cepat, dan akurat.
Selain metodenya, cara pengumpulan data pada SP2020 juga bertransformasi. SP2020 nanti juga akan mengkombinasikan tiga moda pengumpulan data. Diantaranya CAWI (Computer Assisted Web Interviewing) sebagai moda pendataan mandiri serta Computer Asisted Personal Interview (CAPI) dan Pencil and Paper Interviewing (PAPI) pendataan oleh petugas sensus.
CAWI atau yang biasa disebut dengan Sensus Penduduk Online (SPO) mengandalkan partisipasi aktif masyarakat. Melalui website sensus.bps.go.id, kita semua dapat memperbaharui data kependudukan secara mandiri. SPO akan dilaksanakan pada 15 Februari hingga Maret 2020 mendatang.
Sementara bagi penduduk yang terkendala dalam mengakses internet, akan dikunjungi oleh petugas sensus dari rumah ke rumah (door to door) pada bulan Juli 2020. Baik dengan moda CAPI (menggunakan gadget yang terinstall aplikasi android), maupun dengan moda PAPI (menggunakan kertas dan pensil). Seluruh data yang diberikan dijamin kerahasiaannya oleh Undang-Undang.
Setidaknya ada 11 pertanyaan yang harus diisi untuk masing-masing anggota keluarga, antara lain mengenai Nomor Induk Kependudukan (NIK), nama lengkap, jenis kelamin, alamat lengkap, hubungan dengan kepala keluarga (suami/istri/anak/orang tua/dll), tempat dan tanggal lahir, agama, status perkawinan, ijazah terakhir, pekerjaan dan perumahan.
Dalam pelaksanaan SP2020, BPS juga melibatkan seluruh pengurus Satuan Lingkungan Setempat (SLS) mulai dari kepala dusun, ketua RT/RW, kepala lingkungan, kepala desa/lurah, camat, hingga kepala daerah di seluruh Indonesia. Hal bertujuan agar para pengurus SLS dapat aktif turut serta dan mengoordinasikan penduduk di wilayahnya untuk berpartisipasi dalam pesta demografi ini.
Tidak hanya berpasrtisipasi saja. Sebagai warga negara yang baik, tentunya kita harus mampu memberikan informasi kependudukan dengan jujur dan lengkap. Keakuratan data yang dihasilkan juga penting. Sebab, secanggih apapun metode dan moda pengumpulan data yang digunakan, SP2020 tidak akan bermanfaat bila data yang dihasilkan tidak akurat.
Tak perlulah berkoar-koar siapa yang paling Nasionalis dan Pancasilais. Partisipasi kita mencatatkan diri pada Sensus Penduduk 2020 merupakan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. (***)