Ratusan Nakes di Kepton Tolak RUU Kesehatan

Ratusan nakes yang terdiri dari dokter, perawat, bidan dan apoteker turun ke jalan menggelar aksi damai menyuarakan penolakan RUU Kesehatan di kantor Wali Kota dan DPRD Baubau, Senin 8 Mei 2023. (Foto Ady)

BAUBAU, Rubriksultra.com- Ratusan tenaga kesehatan (Nakes) yang tergabung dalam lima organisasi profesi kesehatan se-Kepulauan Buton (Kepton) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Ratusan nakes yang terdiri dari dokter, perawat, bidan dan apoteker ini turun ke jalan menggelar aksi damai menyuarakan penolakannya di kantor Wali Kota dan DPRD Baubau, Senin 8 Mei 2023.

Terdapat empat hal yang menjadi tuntutan penolakan, pertama stop pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus law), kedua perlindungan dan kepastian hukum bagi profesi kesehatan, ketiga penguatan eksistensi dan kewenangan organisasi profesi kesehatan dan, keempat jaga kedaulatan kesehatan rakyat dan bangsa dari oligarki, monopoli dan liberalisasi.

- Advertisement -

Wali Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse berjanji akan menyuarakan semua tuntutan mereka melalui jalur-jalur pemerintah hingga dapat menjadi perhatian. Ia pun meminta nurani legislator di DPR RI supaya mempertimbangkan dengan matang lahirnya UU agar tidak menimbulkan keresahan dan kesengsaraan.

“Dari hati kecil saya yang paling dalam sangat mengharapkan UU ini jangan terburu-buru, perlu dikaji dengan baik sehingga UU yang lahir merujuk pada UUD 1945 dimana hak berkumpul dihormati. Oleh karena itu keberadaan organisasi profesi kesehatan sebagai manifestasi UUD itu harus mendapatkan tempat semestinya,” tegas Monianse.

“Setelah aksi damai ini, mari kembali memberikan layanan terbaik kita kepada masyarakat,” imbuhnya.

Koordinator lapangan aksi, Dokter Elwin menyampaikan nota protes dan meminta agar pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) yang akan dijadwalkan Komisi IX DPR RI dihentikan dan jangan diteruskan pembahasannya ke tingkat II, tingkat I, apalagi sampai pada pengesahan.

Alasannya RUU Kesehatan ini sejak awal proses pembentukannya telah bermasalah karena tidak taat dan patuh asas serta prematur, sehingga mengundang protes dari masyarakat luas, termasuk para dokter dan tenaga kesehatan.

Baca Juga :  Baubau Raih Rekor MURI di FKMA ASEAN

“Banyak pasal yang saling kontradiktif, diskriminatif dan tidak selaras dengan naskah akademiknya. Segalanya dilakukan secara terburu-buru dan tidak mencerminkan partisipasi publik yang sesungguhnya, sehingga RUU Kesehatan (Omnibus Law) harus mendapatkan kajian yang lebih mendalam lagi,” katanya.

Dikatakan, RUU Kesehatan, secara filosofis, yuridis dan sosiologis, ternyata tidak jauh lebih baik dari UU yang akan dihapuskan, dimana selama ini sudah harmonis dan kondisi tersebut sebenarnya mampu diatasi dengan regulasi lain dibawah UU sehingga tidak harus lahir RUU Kesehatan dengan metode Omnibus law.

“RUU Kesehatan ini bersifat diskriminatif dan potensial terjadinya kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan. Pasalnya sengketa medis rawan terjadi karena setiap pasien yang dirugikan dapat meminta ganti rugi sesuai UU,” katanya.

Selain itu, RUU Kesehatan tidak hanya menghilangkan kewenangan organisasi profesi tetapi juga menghilangkan eksistensi organisasi profesi.

“Oleh karena itu kami sangat berharap ini menjadi perhatian serius, karena pasti akan berdampak kepada terganggunya stabilitas nasional karena pelayanan publik di bidang kesehatan kepada masyarakat akan berdampak,” pungkas Ketua IDI Kabupaten Buton itu. (Adm)

Laporan : Ady

Facebook Comments